Direktur Pusat Studi ASEAN Unipdu Jombang Zahrul Azhar mengatakan, sembilan poin kesepakatan itu dideklarasikan dalam penutupan AYIC sore tadi, Minggu (29/10/2017). Beberapa poin penting yang tertuang dalam Deklarasi Jombang itu para pemuda menolak segala bentuk radikalisme.
"Kami menolak kekerasan dalam menyelesaikan masalah, masalah agama tak boleh dipolitisasi untuk kepentingan politik lokal maupun regional dan para pemuda agar dilibatkan lebih aktif lagi dalam kaitan menjaga perdamaian, terutama di ASEAN," kata Zahrul kepada wartawan usai penutupan AYIC di Islamic Centre Unipdu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami steering comitee bulan depan akan menyerahkan ini (Deklarasi Jombang) ke Kemenlu, kemudian Kemenlu akan mengusahakan ini sampai ke summit meeting," ujarnya.
Zahrul berharap, ASEAN menjadikan AYIC sebagai agenda rutin. "Setelah ini direspons ASEAN sebagai agenda resmi, maka kami akan mencari negara berikutnya untuk AYIC, mungkin di Singapura, Thailand, baru 10 tahun lagi kembali di Jombang," terangnya.
Sementara di hari ke tiga, Senin (30/10), para pemuda peserta AYIC akan diajak untuk mengunjungi beberapa tempat ibadah. Meliputi Patung Buddha Tidur di Maha Vihara Mojopahit-Trowulan-Mojokerto, Gereja Jawi Wetan di Mojowarno-Jombang, Masjid gereja dan pura berdampingan di Desa Ngepeh-Jombang, Klenteng Hok Sian Kiong Gudo-Jombang, serta makam Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di Ponpes Tebuireng-Jombang.
AYIC yang digelar 28-30 Oktober diikuti 150 pemuda dari 22 negara. Selain Indonesia, para peserta datang dari Kamboja, Malaysia, Filipina, Vietnam, Thailand, Singapura, Laos, Brunei Darussalam, Jepang, Pakistan, Madagaskar, Lithuania, Mesir, Maroko, Hungaria, Amerika Serikat, Tanzania, Korea Selatan, Libya, Belanda dan Inggris. (iwd/dnu)