"Kemajuan teknologi hari ini memungkinkan kita untuk melakukan kembali pembacaan ikrar ini secara bersama-sama, dengan menggunakan video conference yang menguatkan sekaligus membuktikan bahwa meski kita berbeda, meski kita jauh terpisah dari timur hingga barat dan utara selatan, di dalam dan luar negeri, namun jiwa kita masih sama, Indonesia," ujar Menpora Imam Nahrawi saat memimpin pembacaan Ikrar Sumpah Pemuda tersebut seperti diterima detikcom, Sabtu (28/10/2017).
Foto: Menpora Imam Nahrawi (Istimewa) |
Imam menegaskan Kemenpora akan terus menyerukan dan menggelorakan semangat berani bersatu terutama di kalangan anak muda. 9 pemuda yang dipilih tersebut berasal dari pemuda magang di Turki, pemuda lintas agama di Merauke, Papua, peserta Kirab Pemuda di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat.
Selain itu ada juga peserta Kirab Pemuda di Ternate, Maluku Utara, peserta Pemuda Tani di Bulukumba,Sulawesi Selatan, emuda Manufaktur di Sleman, Yogyakarta, Pemuda Antinarkoba di Tangerang,Banten, Pemuda Mandiri Membangun Desa di Mojokerto,Jawa Timur, dan Pemuda Pelopor di lokasi pemberian penghargaan Kota Layak Pemuda di Padang, Sumatera Barat.
Foto: Menpora Imam Nahrawi (Istimewa) |
Menurut Imam, berbagai kemudahan yang dimiliki pemuda hari ini justru membuat bangsa ini lebih sering berselisih paham, mudah memvonis orang, mudah sekali berpecah belah, saling mengutuk satu dengan yang lain, menebar fitnah dan kebencian. Ia memandang seakan pemuda dipisahkan oleh jarak yang tak terjangkau, atau berada di ruang isolasi yang tidak terjamah, atau terhalang oleh tembok raksasa yang tinggi dan tebal hingga tidak dapat ditembus oleh siapapun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan 89 tahun yang lalu Ikrar Sumpah Pemuda menjadi sebuah ikrar yang sangat monumental bagi perjalanan sejarah Bangsa Indonesia. 17 tahun setelah adanya ikrar 71 pemuda itu berhasil melahirkan Proklamasi Kemerdekaan Repubik Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Foto: Menpora Imam Nahrawi (Istimewa) |
"Sumpah Pemuda dibacakan di arena Kongres Pemuda ke-2, dihadiri oleh pemuda lintas suku, agama dan daerah. Jika kita membaca dokumen sejarah Kongres Pemuda ke-2, kita akan menemukan daftar panitia dan peserta kongres yang berasal dari pulau-pulau terjauh Indonesia. Secara imaginatif sulit rasanya membayangkan mereka dapat bertemu dengan mudah," imbuhnya.
Imam menyebut pemuda kala itu bukan hanya bertemu, tapi mereka juga berdiskusi, bertukar pikiran, dan mematangkan gagasan. Mereka akhirnya bersepakat mengikatkan diri dalam komitmen ke-Indonesiaan.
"Para Pemuda kala itu memiliki latar belakang agama, suku, bahasa dan adat istiadat yang berbeda-beda. Namun, fakta sejarah menunjukkan bahwa sekat dan batasan-batasan tersebut tidak menjadi halangan bagi para pemuda Indonesia untuk bersatu demi cita-cita besar Indonesia. Inilah yang kita sebut dengan "Berani Bersatu", tegasnya.
Imam kemudian mengutip pernyataan yang pernah disampaikan Presiden pertama, Sukarno. "Jangan mewarisi abu Sumpah Pemuda, tapi warisilah api Sumpah Pemuda. Kalau sekadar mewarisi abu, saudara-saudara akan puas dengan Indonesia yang sekarang sudah satu bahasa, satu bangsa, dan satu tanah air. Tapi ini bukan tujuan akhir," ucapnya.
"Pesan yang disampaikan oleh Bung Karno ini sangat mendalam khususnya bagi generasi muda Indonesia. Api sumpah pemuda harus kita ambil dan terus kita nyalakan. Kita harus berani melawan segala bentuk upaya yang ingin memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Kita harus berani mengatakan bahwa Persatuan Indonesia adalah segala-galanya, jauh di atas persatuan keagamaan, kesukuan, kedaerahan, apalagi golongan." ucap dia lagi. (nvl/aud)












































Foto: Menpora Imam Nahrawi (Istimewa)
Foto: Menpora Imam Nahrawi (Istimewa)
Foto: Menpora Imam Nahrawi (Istimewa)