Tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL), Ulil Abshar Adalla, mengaku tak kaget dengan temuan survei tersebut. Ia sudah lama melihat gejala konservatisme kelompok menengah muslim. Telinga mereka lebih memilih khotbah yang mengajarkan Islam eksklusif.
"Ulama yang memiliki pesan universal tidak terlalu menarik. Tetapi ini semua kita sudah tahu," jelasnya ketika berbincang dengan detikcom, Rabu (25/10/2017).
Ia menyebutkan isi ceramah ulama populer pilihan kelas menengah Islam ini tak berisi pesan universal. Bahkan secara kredibiltas dan silsilah, mereka jauh dari ulama konvensional. Namun pesan ceramah mereka lebih bersifat instruktif.
Survei Alvara bertema Sikap dan Pandangan Kelas Menengah (PNS, Pegawai BUMN dan Profesional) tentang "Radikalisasi Agama Khilafah, Jihad dan Negara Islam di Indonesia" itu digelar di enam kota seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan Makassar pada 20 September-5 Oktober 2017. Respondenya, sebanyak 1.200 orang terdiri dari pegawai BUMN (500 orang), PNS (300), dan pegawai swasta 7 bidang sektor pekerjaan (400 orang).
"Mereka menempatkan Mamah Dedeh (25,3 persen), Aa Gymnastiar (23,4 persen), dan Habib Rizieq Shihab (13,9 persen) sebagai tiga ulama terpopuler," papar CEO Alvara Research Center Hasanuddin Ali kepada detik.com.
Sekretaris Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Fajar Riza Ul Haq berpendapat Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama harus memperbarui cara berdakwah yang selama ini dilakukan. Meski Rizieq dan FPI selama ini kerap dicap melakukan dakwah yang keras, seyogyanya tetap harus dirangkul.
"Ini terkait komunikasi dakwah. Itu membutuhkan terobosan baru untuk generasi milenial, perkembangan komunikasi, dan pendekatan masyarakat. Pendekatan ini juga mencakup sikap merangkul, bukan memukul dengan istilah radikal, teroris, wahabi dan lainnya," ucap Fajar
Tapi menurut Ulil, para pengelola televisi juga harus ikut bertanggung jawab atas naiknya popularitas ulama sekelas Rizieq. "Pertanyaannya bukan diajukan ke NU, ke Muhamadiyah tetapi ke media kita. Kenapa televisi mengangkat sosok seperti itu, apakah produser TV nya memang orang konservatif atau bagaimana," ujarnya.
Sebaliknya Ketua PP Muhammadiyah Hajriyanto Y. Thohari tak terlalu cemas dengan fenomena tersebut. Sebab metode dakwah secara sejatinya hanya satu gugus dari 21 majelis yang ada di Muhammadiyah.
Hajriyanto mengaku lembaganya memiliki banyak metode dakwah dari pendidikan, bencana, kepemudaan, dan lainnya. Ia justru menyambut baik munculnya ulama populer baru. Dakwah Muhammadiyah bisa menjadi tindak lanjut dari isi ceramah mereka.
"Seumpama bilang pendidikan itu penting, Muhamamdiyah sudah ada sekolah. Kesehatan penting maka Muhammadiyah sudah ada rumah sakit, dan lainnya," jelas Hajriyanto.
Bahkan soal seruan aksi kemanusiaan kepada Rohingya yang banyak dibicarakan dalam berbagai ceramah, Muhammadiyah sudah menindaklanjuti dengan mengirimkan tim yang berangkat ke Cox's Bazaar. (ayo/jat)