"Pada tahun 2016 data BPS mencatat bahwa jumlah pemuda Indonesia mencapai 62.061.400 jiwa. Jadi bisa dikatakan 1 dari 4 orang adalah pemuda, namun ternyata dalam kurun 3 tahun dari 2012-2015 pengangguran pemuda ternyata naik," kata Direktur Eksekutif Merial Institute Arief Rosyif Hasan, di FS Point Jalan KH Abdullah Syafei No. 47, Tebet Timur, Jakarta Selatan, Rabu (25/10/2017).
Arief menjelaskan, dengan meningkatnya jumlah golongan pemuda dalam usia produktif seharusnya jadi penggerak pembangunan Indonesia. Sebab, generasi muda akan menjadi bonus demografi Indonesia.
Namun bila tidak dimanfaatkan dengan baik akan menimbulkan sebuah bencana baik beban sosial maupun ekonomi.
"Terjadinya peningkatan jumlah golongan pemuda ini juga berdampak pada perubahan pola dan minat lapangan pekerjaan di sektor ekonomi antara desa dan kota timpang. Alih-alih jadi tenaga muda bangsa bonus demografi, ini akan berakhir sebagai window of disaster di bidang-bidang ekonomi dan sosial," jelas Arief.
Beberapa hal menjadi catatan Merial Institute, ketika pemuda Indonesia lebih banyak tinggal di kota dibandingkan di daerah pedesaan. Padahal pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla memiliki fokus pembangunan di desa.
"Ironinya saat pemerintahan Jokowi-JK menggenjot sektor pembangunan desa, namun urbanisasi membuat pemuda justru tidak mau tinggal di desa tapi di kota dan berakibat pula dengan meningkatnya angka kriminalitas dan pengangguran di kota," ucapnya.
"Permasalahan ini yang perlu diperhatikan pemerintahan Jokowi-JK untuk membangun koordinasi nasional kepemudaan," tambah Arief. (adf/jbr)