"Tapi kita yang takutkan H5N1. Keterlibatan militer di sini kita tidak terlalu khawatir pandemik yang natural. Tetapi yang kita khawatirkan adalah buatan digunakan sebagai senjata biologis," kata Kepala Pusat Kesehatan TNI, Ben Rimba saat ditemui di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jalan Abdul Rahman Saleh, Senen, Jakarta Pusat, Selasa (24/10/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Table top ini kita jadi koordinir. Itu buatan digunakan sebagai senjata biologis, itu yang kami takutkan. Kita mensimulasikan lintas negara. Kalau tsunami tidak ada efek selanjutnya," ujar Ben.
"Kalau virus dengan satu tabung reaksi diberi wadah es krim, dipecahkan di Bioskop, dipecahkan di bioskop, kena tahu-tahunya ke mana-mana. 500, 1.000 orang akan berdampak," sambungnya.
Menurut Ben, ancaman kesehatan juga akan berpengaruh di sektor ekonomi. Bila virus pandemik buatan yang dapat masuk ke suatu negara bersifat membahayakan, maka akan berdampak ke banyak sektor.
"Dampaknya, selain dampak biologis, dampak ekonominya juga. Kalau terjadi maka negara kita tidak bisa mengatasi hal ini. Maka akan ada peringatan tidak boleh turis datang dan kemudian tidak boleh orang asing datang, terakhir semua ditutup, tidak ada import eksport dan cadangan minyak kita hanya 18 hari, tidak ada tangker yang datang dan tidak ada yang mau bawa minyak," ucap Ben.
Kepala RSPAD Gatot Subroto, Mayjen TNI Dr Terawan Agus Putranto mengatakan apakah ada atau tidak virus tersebut. Ia mengatakan harus ada presensi dan deteksi dengan prosedur yang panjang untuk mengidentifikasi virus pandemik buatan itu.
"Kita harus mulai dari presensi dan deteksi. Kita tidak bisa serta merta. Ini sudah ada prosedurnya panjang, untuk menentukan apa benar sudah ada inciden atau tidak," jelas Terawan di lokasi yang sama. (cim/rvk)