"Mengadili menolak eksepsi pemohon. Menyatakan permohonan praperadilan Herianto alias Aseng gugur," kata Ratmoho, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Senin (23/10/2017).
Dalam pertimbangannya hakim menyebut berdasarkan putusan MK nomor 102/PUU-XIII/2015 tentang batas waktu perkara praperadilan dinyatakan gugur saat telah digelar sidang pertama terhadap perkara pokok atas nama terdakwa atau pemohon praperadilan. Karena sidang perdana perkara pokok telah disidangkan pada tanggal 19 Oktober 2017 di PN Bekasi, permohonan praperadilan digugurkan hakim.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu pihak Ketua tim bidang hukum Polda Metro Jaya, AKBP J.R Sitinjak menyebut putusan itu sudah sesuai yang diharapkan pihaknya. Sebab terhadap tersangka telah ada sejumlah barang bukti narkoba yang disita.
Ia menjelaskan sidang pokok perkara telah dibuka pada 19 Oktober lalu, tetapi dakwaan belum dibacakan karena pihak kuasa hukum menghadiri sidang praperadilan di PN Jaksel sehingga pembacaan dakwaan itu ditunda. Namun karena sidang itu telah dibuka maka dinyatakan sah menurut hukum.
"Sudah dibuka sidangnya tapi dia keberatan diteruskan tanggal 19 Oktober kan kita sidang setiap hari di PN Jaksel karena kuasa hukumnya sidang di sini dia keberatan diteruskan. Tapi kan sah karena sudah diketok palu ditutup," ujar Sitinjak.
Sedangkan kuasa hukum Herianto, Nancy Yuliana Sanjoto mengaku akan menghadapi sidang perkara pokok yang akan digelar pada 25 Oktober nanti. Dia menyebut jika telah menerima salinan putusan hakim akan melaporkan penyidik Polda Metro Jaya ke Propam Polda Metro Jaya dalam perkara ini karena tidak sesuai prosedur.
Nancy menyebut laporan terhadap Propam itu dilakukan agar penyidik Polda dalam bertugas sesuai dengan prosedurnya. Karena ia merasa kliennya saat ditangkap, ditahan, digledah dan barangnya disita tidak sesuai prosedur karena tidak dilengkapi surat-surat yang benar. Bukan berarti laporan terhadap Propam itu dimaksudkan untuk menggugurkan status tersangka kliennya.
"Yang jelas dari awal kita bukan untuk membebaskan klien kita, bukan untuk dalam hal membela kasus narkobanya bukan, tapi masalah prosedur yang dilakukan penyidik diluar kewenangan," ujar Nancy.
Beberapa surat yang dipermasalahkan Nancy, misalnya surat penangkapan di mana alamat Herianto berada di Tanah Abang, seharusnya di perumahan Irigasi Baru Bekasi Timur. Serta penyidik Polda dituduh memiliki sejumlah narkoba dari apartemen Grand Dhika City Bekasi Timur yang disewa Aseng, tetapi tidak dimasukan di dalam surat bukti penyitaan.
Misalnya dalam saksi termohon dari penyidik Polda dalam sidang pemeriksaan, Luhut P Batubara menyebut ditemukan sejumlah ekstasi bewarna warni diantaranya bewarna coklat. Nancy bertanya ke kliennya yang diakui Aseng ada ekstasi berwarna hijau ungu yang dicampurkan menjadi warna coklat, tetapi ekstasi itu tidak ada di surat penyitaan Polda. Hal itu diketahuinya melalui Facebook salah satu penyidik Polda.
Selain itu dia juga mempermasalahkan barang bukti Keytamine seberat 900 gram yang ditemukan di apartemen Aseng tetapi tidak disita penyidik. Luhut dalam persidangan itu mengaku Keytamine tersebut merupakan bedak gatal. Namun Nancy meminta ditunjukan surat pemeriksaan Puslabfor Mabes Polri, tetapi tidak dapat ditunjukan pada saat pembuktian persidangan.
Ia juga mempermasalahkan ada alat bong di kamar mandi apartemen tetapi tidak di sita penyidik. Melainkan yang disita adalah barang pribadi seperti 6 motor, vibrator milik istrinya, topi dan sejumlah barang pribadi lain. (yld/asp)











































