Presiden Sukarno sebetulnya nyaris terhasut andai Menteri Agama KH Saifuddin Zuhri tak menentangnya. Tentang hal ini Ketua Umum PB HMI Sulastomo, 1963-1966, menyebut Saifuddin sebagai pribadi yang ikhlas dan tanpa pamrih dalam membela HMI. Rupanya saat menjadi Menteri Agama, dia gigih menolak niat Presiden Sukarno untuk membubarkan HMI atas desakan PKI.
Dalam sebuah kesempatan, Sulastomo bertemu dengan pengusaha Hasyim Ning yang dikenal dekat dengan Bung Karno. Kepadanya Sulastomo menanyakan ikhwal pertemuan antara Presiden Sukarno dan Saifuddin Zuhri yang membicarakan soal rencana pembubaran HMI.
"Pak Hasyim Ning membenarkan pertemuan itu seraya mengingatkan agar anak-anak HMI berterima kasih kepada Prof. KH. Saifuddin Zuhri yang telah menyelamatkan HMI," ungkap Sulastomo dalam seminar "Perjuangan dan Pengabdian Prof. KH. Saifuddin Zuhri untuk Bangsa dan Negara" yang digelar PBNU, 2 Juli 2013.
Tak cuma itu. Menurut Sulastomo, HMI sebetulnya punya utang budi lain kepada sosok Saifuddin. Sebab di tengah menguatnya tuntutan PKI agat HMI dibubarkan, pengurus HMI cabang Ciputat dan HMI Yogyakarta justru mendemo sang menteri karena persoalan penetapan pimpinan di kedua cabang tersebut.
"Namun Pak Saifuddin tidak dendam kepada HMI malah justru tetap membelanya. Tapi jasa itu tak pernah beliau gembar-gemborkan," ujar Sulastomo.
Ikhwal pembelaannya terhadap HMI yang akan dibubarkan Bung Karno, ayah dari Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin itu menuangkannya dalam buku bertajuk Berangkat dari Pesantren, halaman 671-674.
"Pada suatu pagi aku dipanggil Presiden Sukarno di Istana Merdeka dan diterima di serambi belakang," begitu Saifuddin membuka cerita.
Menjadi kebiasaan Presiden sejak di Yogyakarta, tiap pagi antara Pukul 07.00-09.00, untuk menyelenggarakan koffie uurtje atau sejenak minum kopi bersama beberapa orang tamunya. Ada menteri, duta besar, perwira tinggi, wartawan, pengusaha swasta, seniman, dan lain-lain. Masing-masing disuguhi setangkup roti panggang yang ditaburi gula pasir dan telur dadar.
Setelah beberapa tamu memperoleh giliran masing-masing untuk berbicara empat mata dengan presiden, giliran Saifuddin dipersilahkan duduk di sebelah Bung Karno dan pengusaha Hasyim Ning.
"Saya memberi tahu kepada saudara, selaku Menteri Agama, bahwa saya akan membubarkan HMI," cetus Bung Karno. Si Bung mengaku mendapatkan berbagai laporan bahwa HMI melakukan tindakan anti revolusi dan bersikap reaksioner.
Saifuddin mengaku sempat syok mendengar pernyataan Presiden tersebut. Beberapa detik dia terpana, seperti kehilangan keseimbangan mental. "Kadar anti revolusi maupun reaksionernya sampai di mana?" timpal Saifuddin seraya mengendalikan kesadarannya. Ia lantas menyarankan agar sebaiknya para pengurus HMI dipanggil dan dinasehati langsung.
"Mohon dipertimbangkan sekali lagi! HMI itu anak-anak muda. Mereka sudah termakan oleh pidato-pidato bapak di banyak peristiwa," ujar Saifuddin.
Akhirnya setelah berdebat panjang, sikap Bung Karno melunak. "Wah… tidak sangka kalau saudara membela HMI, ya?" Presiden berbicara sambil pandangannya menerawang.
"Bukan membela HMI, pak! Saya tidak ingin presiden berbuat berlebihan. Itu termasuk tugas kami para pembantu presiden," kata Saifuddin mantap.
"Bukan berlebihan, tetapi saya berbuat menurut gewetan saya, perasaan hati saya!" timpal presiden.
"Kalau bapak hendak membubarkan HMI," Saifuddin mengeluarkan jurus pamungkasnya, "artinya pertimbangan saya bertentangan dengan gewetan bapak. Maka tugasku sebagai pembantu bapak hanya sampai di sini."
"Oooooh, jangan berkata begitu. Saya tetap memerlukan saudara membantu saya." Presiden Soekarno berkata sambil merekahkan senyuman di bibirnya. Tangannya diulurkan kepadaku. Refleks tangannya kujabat juga.
"Baiklah, HMI tidak saya bubarkan. Tetapi saya minta jaminan, HMI akan menjadi organisasi yang progresif. Kau bersama Nasution, Roeslan Abdulgani, dan Syarief Thayeb harus membimbing HMI," kata presiden menyudahi pertemuan.
Dalam memoarnya, Hari-hari yang Panjang, Transisi Orde Lama ke Orde Baru, Sulastomo juga mengungkapkan bahwa kabar HMI akan dibubarkan pernah disampaikan Wakil Perdana Menteri Subandrio kepada Menteri Pendidikan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Sjarif Thayeb. Terhadap informasi tersebut, Sjarif langsung menyampaikan ketidaksetujuannya. Dia menyatakan akan melaporkan hal itu kepada Menteri/Panglima Angkatan Darat Jenderal Achmad Yani. Ternyata, Yani pun sependapat dengan Sjarif.
![]() |
***
Mantan Menteri Agama Saifuddin Zuhri meraih penghargaan 'Santri Pengabdi Sepanjang Hayat' dalam rangka Hari Santri 2017, Minggu (22/10/2017). Penganugerahan yang diprakarsai oleh Islam Nusantara Center (INC) diberikan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang diterima oleh salah seorang putranya, A. Baihaqi Saifuddin.
"Pemilihan nama beliau selain melalui polling yang kami gelar sejak September hingga 15 Oktober juga berdasarkan masukan Dewan Pakar INC," kata inisiastor INC Zainul Milal Bizawie kepada detikcom, Minggu (22/10/2017) malam. Dewan pakar dimaksud antara lain
Prof Abdurrahman Mas'ud (Kepala Litbang dan Pelatihan Kementrian Agama), Prof Dr. Suparta (Guru Besar ilmu Hadist UIN Syarif Hidayatullah), dan Dr. Muhammad Zayn.
Selain terlibat dalam perjuangan fisik sebelum maupun pasca kemerdekaan, sebagai birokrat dan politisi jejak Saifuddin Zuhri cukup lengkap. Khusus sebagai menteri agama, kata Milal, dialah yang merintis pengembangan IAIN dan pengiriman kader-kader dari pesantren untuk belajar ke Timur Tengah.
"Gus Dur, Pak Quraish dan Alwi Shihab, Gus Mus, Ibu Zakiyah Darojat, dan Pak Ahmad Zarkasy Gontor adalah figur-figur yang menikmati kebijakan Pak Saifuddin," kata penulis buku Masterpice Islam Nusantara itu.
(jat/jat)