"Dengan meminta maaf maupun sudah saling memaafkan, apakah ada jaminan peristiwa tersebut tidak terjadi lagi atau diikuti di tempat lain. Dalam upaya preventif, tidak cukup dengan meningkatkan fungsi koordinasi dengan aparat keamanan, tetapi harus ada undang-undang khusus yang menjaminnya," ujar Kepala Biro Hukum dan Humas Abdullah dalam rilis resmi yang diterima detikcom, Rabu (18/10/2017) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tujuan dan sasaran undang-undang tersebut tidak hanya melindungi pengadilan, majelis hakim yang menyidangkan perkara, tentunya semua pihak yang terlibat dalam perkara. Siapa pun yang melakukan perbuatan yang masuk ranah mengganggu proses persidangan harus diancam dengan hukuman yang setimpal dengan perbuatan," kata Abdullah.
MA pun menyayangkan ketidakhadiran aparat keamanan, yaitu kepolisian, di tempat terjadinya keributan massa. Terlebih MA menganggap peristiwa tersebut tidak termasuk delik aduan, yang hanya diproses ketika ada laporan.
"Peristiwa di Pengadilan Negeri/Tipikor Jambi Kelas I-A bukan merupakan delik aduan. Aparat keamanan sudah seharusnya memahami apa yang seharusnya dilakukan," ucap Abdullah.
Keributan itu terjadi pada Senin sore. Massa yang datang ke PN Tipikor Jambi mempertanyakan kenapa hanya Sekretaris Dewan dan Bendahara DPRD Jambi yang dijadikan terdakwa dalam kasus korupsi bimtek. Massa menuntut anggota DPRD Jambi juga dijadikan terdakwa.
Massa kemudian membuat keributan di depan meja pelayanan informasi/lobi PN. Karena massa mengganggu jalannya persidangan, pihak PN Jambi menemui massa untuk memberi penjelasan. Namun penjelasan yang diberikan ditolak oleh massa hingga akhirnya terjadilah keributan. (rvk/rvk)