"Alangkah lebih baik menurut hemat saya, pandangan saya pribadi sebagai Menkum HAM, misalnya kalau Densus ini nanti konsentrasi di mana, target seperti apa lima tahun atau enam tahun, kemudian KPK gimana, Kejaksaan gimana," kata Yasonna seusai rapat paripurna di gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (17/10/2017).
Yasonna mendukung tiap lembaga melakukan penindakan pidana korupsi. Namun jangan sampai ada pihak yang lebih lemah atau lebih kuat dibandingkan yang lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yasonna mengaku tak khawatir akan kewenangan penindakan korupsi yang sama itu. Menurutnya, tiap lembaga punya porsi kewenangan sendiri.
"Nggak dong. Polisi juga punya kewenangan menyidik korupsi, jaksa juga menyidik korupsi, KPK bahkan menyidik dan menuntut," urainya.
Politikus PDIP itu berharap ada integrasi di tiap lembaga. Pasalnya, penindakan korupsi tak pernah berkurang.
"Nanti kan kami duduk bersama, dalam bayangan kami, kan ada kritik kok dalam 15 tahun persoalan masih banyak, OTT masih banyak, korupsi nggak kurang-kurang? Walaupun menurut Pak Ketua (KPK) indeks kita sudah ada peningkatan," jelasnya.
"Tapi bagaimana supaya ini jadi lebih cepat? Tidak cukup law enforcement saja, pencegahan, pembenahan sistem birokrasi, program e-budgeting, e-planning, dan juga pertanggungjawabannya. Semua harus ditata dengan baik. Pada saat yang sama, enaknya itu ya menurut saya terintegrasi dia," sambung Yasonna.
Dia ingin ada kesepakatan antara KPK dan Densus Tipikor. Jadi tiap lembaga saling menguatkan dan ada pembagian tugas yang jelas.
"Kedua, KPK kan tujuannya yang gede-gede, kita sepakati aja sasarannya apa aja. Kalau mau dibentuk Densus, sasarannya dalam penguatan dalam bidang apa. Supaya jangan apa, sudah tahu kita nanti oh ini nggak kerja, bagi tugas dengan jelas terukur buat lima tahun apa, 10 tahun apa. Kapan kita baru bisa dikatakan seperti Singapura, gitu, birokrasi dan lain-lain, " jelasnya. (ams/dkp)