"Kesannya selama ini kita, pemerintah, selalu blokir, blokir, dan blokir. Blokir itu capek, Bos. Belum urusan ngeblokirnya, belum urusan sama yang diblokir. Kemenkominfo punya cara bagaimana supaya konten-konten negatif tidak berkembang selain blokir, yaitu literasi," ujar Rudi saat menjadi keynote speaker dalam seminar di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jalan Tirtayasa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (17/10/2017).
Diskusi itu bertajuk 'Bahaya Hoax Melalui Media Sosial sebagai Ancaman Disintegrasi Bangsa'. Selain Rudiantara, Dirjen Aplikasi Informatika Kemenkominfo Samuel Abrijani Pangerapan, Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Brigjen Fadil Imran, dan pakar komunikasi politik Gun Gun Heryanto hadir sebagai pembicara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Literasi itu harus harus kita lakukan kepada masyarakat. Masyarakat itu dibuat segmentasi berdasarkan geografisnya, tatanan masyarakatnya," kata Rudi.
Rudi berpendapat literasi ke kelompok agama merupakan cara efektif menangkal konten negatif berbau hoax dan ujaran kebencian. Dia mengaku telah mengunjungi organisasi-organisasi keagamaan.
"Salah satu yang paling efektif pendekatan keagamaan. Makanya Kominfo melakukan pendekatan ke kelompok agama. Misalnya di kalangan umat Islam, umat lebih dengar Rudi apa kiai? Ya kiailah. Maka saya minta tolong. Salah satunya MUI (Majelis Ulama Indonesia)," jelas Rudi.
Pendekatan itu, cerita Rudi, akhirnya mendorong MUI membuat fatwa tentang bagaimana bermedia sosial yang baik. "Maka keluarlah fatwa. Salah satunya bagaimana umat tabayun (klarifikasi) saat mendapat informasi dari media sosial," terang dia.
"Saya juga sudah datang ke Parisada Hindu, ke konferensi umat Katolik, pertemuan dengan PGI. Itu baru pendekatan ke agama. Nanti ada ke tokoh-tokoh lain," tambah dia. (aud/idh)











































