"Jadi saya memahami pernyataan Kapuspen TNI tersebut lebih pada bagian dari upaya otokritik terkait dengan persenjataan yang dimiliki oleh TNI," kata Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran, Bandung, Muradi kepada detikcom, Selasa (10/10/2017).
Tapi pernyataan itu juga bisa dilihat dari dua perspektif lain. Betapapun, kata Muradi, pernyataan tersebut kurang tepat untuk suasana saat ini yang baru saja sedikit reda berkat komitmen pimpinan TNI dan Polri yang ingin mendinginkan suasana dan situasi politik yang sempat menghangat.
Kedua, pernyataan tersebut tidak mencerminkan komitmen untuk bersama-sama mengupayakan penuntasan polemik senjata yang telah ditegaskan oleh Presiden Joko Widodo untuk segera mungkin diakhiri. "Pernyataan tersebut berpotensi membangun polemik baru antara TNI dan Polri terkait dengan isu senjata ilegal dan senjata impor," ujar Muradi.
Teknologi persenjataan, ia melanjutkan, sebagaimana diketahui mengalami kemajuan yang sangat cepat. Hal ini ditandai oleh terciptanya varian-varian senjata yang lebih maju dan berteknologi tinggi. Hal yang sama juga terjadi pada senjata dan amunisi yang diimpor oleh Brimob.
"Jadi amat wajar jika pernyataan Kapuspen TNI yang menegaskan bahwa amunisi SAGL (Stand-alone Grenade Launcher) atau pelontar granat belum dimiliki oleh TNI karena cepatnya perkembangan teknologi industri persenjataan," ujar Muradi. Dengan demikian, bisa saja TNI belum memesannya atau bahkan industri pertahanan di Indonesia seperti Pindad belum memproduksinya.
Dengan kata lain, pernyataan Kapuspen tersebut bisa juga dipahami sebagai bagian dari otokritik atas teknologi persenjataan TNI yang masih belum memadai. "Teknologi persenjataan yang makin canggih membuat militer setiap negara dihadapkan pada realitas untuk terus memperbaiki dan memodernisasi Alutsistanya," ujarnya.
Kepada pers beberapa jam lalu, Kapuspen Mayjen TNI Wuryanto mengungkapkan 5.932 amunisi dan jenis senjata lain yang dibeli Polri dari luar negeri, ternyata memiliki kecanggihan yang luar biasa. Ia antara lain menyebut amunisi tajam tersebut mempunyai radius mematikan 9 meter dan jarak capai 400 meter.
"Kemudian granat ini pun bisa meledak sendiri tanpa benturan setelah 14-19 detik lepas dari laras. Jadi ini luar biasa," papar Wuryanto. TNI, ia melanjutkan, hingga saat ini belum memiliki senjata yang punya kemampuan sama dengan senjata dan amunisi pesanan Brimob Polri. Ribuan amunisi dan senjata tersebut kini disimpan di gudang milik TNI. (jat/erd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini