"Itu omongan guyon. Tapi dia merekam tanpa izin. Itu yang dibuat seolah-olah ada penekanan dari anggota (DPR)," kata Moermahadi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa (10/10/2017).
Eddy Mulyadi adalah anggota auditor VII BPK. Ada pula eks auditor utama BPK Rochmadi Saptogiri. Perbincangan Eddy dengan Rochmadi direkam oleh Rochmadi. Dalam rekaman itulah terungkap bahwa Eddy tak ingin pihak DPR marah gara-gara opini BPK yang tak sesuai harapan. Pihak DPR adalah Ade Komarudin yang dulu Ketua DPR dan Fahri Hamzah Wakil Ketua DPR.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, yang jadi poin perdebatan tentang opini BPK adalah soal biaya perjalanan dinas itu. Biaya perjalanan dinas lumsum memang tak terperinci, karena bentuknya memang gelondongan.
"Oleh teman-teman pemeriksa, itu dipersoalkan. Karena kalau lumsum nggak boleh dipersoalkan biaya tiketnya mana, hotelnya mana, nggak. Kalau lumsum ya nilai semuanya sudah, asal ada bukti dia telah melakukan perjalanan dinas," tutur Moermahadi.
Sebelumnya diberitakan, Eddy Mulyadi menyatakan DPR diberi penilaian opini WTP agar Fahri Hamzah dan Ade Komarudin tidak marah. Selain itu, MPR diberi penilaian opini WTP.
Hal itu terungkap ketika jaksa KPK membacakan berita acara pemeriksaan Eddy. Dia dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dengan terdakwa mantan Inspektur Jenderal Kemendes PDTT Sugito dan Kabag Tata Usaha dan Keuangan Irjen Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo.
"Adalah depan DPR, tetapi saya bilang jangan turun opininya karena Akom bisa marah, Fahri marah, BKKBN opini WDP, DPD agak berat kalau untuk WDP. Saya meminta untuk DPR dan MPR untuk WTP agar bisa amandemen," jelas jaksa membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Eddy saat sidang perkara suap opini WTP Kemendes di pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (27/9). (dnu/dhn)











































