"Dalam tindak pidana korupsi kan ada istilah zero telorance, memang tidak ada toleransi terkait tindak pidana korupsi," kata peneliti ICW Tama S Langkun, saat dihubungi, Minggu (8/10/2017).
Tama menerangkan para pelaku korupsi kerapkali menggunakan motif berbeda-beda dalam melancarkan aksinya. Namun motif apapun, sambung Tama, tak bisa dibenarkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekalipun suap yang dilakukan itu untuk menyelamatkan keluarga, Tama menegaskan itu tak boleh dilakukan. Apalagi, menurut Tama, Aditya Moha adalah anggota DPR yang seharusnya memberikan teladan yang baik bagi masyarakat.
"Kemudian yang lain meskipun mengurus urusan keluarga, misalnya ada keluarga yang terlibat korupsi, yang bersangkutan bukan hanya sebagai masyarakat biasa tapi anggota DPR. Nah itu menjadi salah satu tantangan di sektor legislatif, bagaimana kemudian pencegahan agar tidak terjadi," tegasnya.
Selain itu, kasus suap ini pun menjadi deretan panjang dari kasus yang ada di sektor peradilan. Tama mengatakan peristiwa ini harusnya menjadi catatan khusus bagi Mahkamah Agung untuk melakukan perbaikan.
"PR ke depan ya ini tantangan lagi ke sektor peradilan khususnya Mahkamah Agung bagaimana upaya seperti ini tidak terjadi, dan ini bukan yang pertama kali, dan ini banyak," tuturnya.
Sebelumnya, KPK mengamankan anggota DPR Fraksi Golkar Aditya Moha dalam operasi tangkap tangan di Jakarta, Jumat (6/10/2017). Aditya melakukan suap karena ingin menyelamatkan ibunya dari vonis 5 tahun yang sudah diketok Pengadilan Negeri (PN) Manado.
"Jumat 6 Oktober kami menerima informasi dugaan suap terhadap hakim tinggi Sulut terhadap putusan banding perkara Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintah Desa kabupaten Bolaang Mongondow," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Sabtu (7/10/2017). (knv/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini