Kala Peserta Deg-degan dan Nervous Ikuti Wawancara Seleksi Hakim

Kala Peserta Deg-degan dan Nervous Ikuti Wawancara Seleksi Hakim

Azzahra Nabilla - detikNews
Jumat, 06 Okt 2017 18:26 WIB
Jakarta - Sekumpulan pria dan wanita memakai kemeja putih dengan rok/celana hitam memadati lobi Gedung Mahkamah Agung (MA) di Jalan A Yani, Jakarta Pusat. Beberapa dari mereka bercengkrama, ada juga yang menundukkan kepala.

Orang-orang ini baru saja menyelesaikan tahap akhir seleksi calon hakim 2017. Tahap akhir adalah wawancara dengan hakim agung dan akademisi. Salah satu peserta, Muhammad Dwika Reza Saputra mengaku nervous ketika diwawancara.

"Walaupun dari pertanyaan yang diajukan secara persentase 80 persen bisa jawab. Cuma karena ada poin dan jawabnya kurang tegas juga jadi dikritik tadi. 'Hakim tuh harus tegas'. Saya lupa siapa yang bilang. Yang mana yang hakim mana yang akademisi saking nervousnya saya nggak tahu," ujar Dwika berbagi cerita dengan detikcom, Jumat (6/10/2017) sore.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Reza tidak sendirian. Peserta lainnya, Grecia Kristina Tambunan juga merasakan kegugupan yang sama. Bahkan Grecia diminta oleh pengujinya untuk menarik nafas agar menghilangkan kegugupannya.

"Deg degan sih, apalagi lihat hakimnya. Kan pewawancaranya ada dua, ada hakim ada akademisi. Jadi pas lihat hakimnya saja sudah langsung down gitu," ujar perempuan berumur 22 tahun itu.

Meski begitu baik Reza maupun Grecia mengapresiasi proses seleksi ini. Reza membandingkan proses seleksi ini dengan seleksi CPNS yang dilakukan temannya di daerah lain.

"Menilai dari beberapa ujian atau tes CPNS yang saya tahu dari beberapa teman saya di Kemenkumham, yang tes periode kemarin, ada beberapa daerah yang amburadul lah. Harusnya jadwal siang dapetnya jadwal malam, nggak on time. Kalau kemarin di BKN itu sangat rapi, sangat tertib, on time pula, puas sih," ujar pria saat ini bekerja sebagai notaris itu.

Sedangkan Grecia mengapresiasi proses seleksi yang menurutnya sudah transparan.

"Soalnya tes CAT nya kemarin itu nilainya langsung terpampang keluar, pakai sistem komputer juga. Jadi kayaknya nggak mungkin dicurangin. Psikotesnya juga dari lembaga terpercaya," ujar Grecia.

Salah seorang penguji dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Astutik menilai itu bisa mengubah image hakim. Menurutnya ujian ini benar-benar transparan.

"Semuanya sudah diperhitungkan dan jadi bahan pertimbangan untuk memilih hakim yang betul-betul pantas menjadi hakim yang ideal yang bisa mungkin merubah image di masyarakat. Bahwa para pencari keadilan bisa mempercayai hakim-hakim kita itu memberikan keputusan yang sebaik-baiknya," ujar Astutik.

Astutik menambahkan jika ia mengapresiasi langkah MA dengan mengikutsertakan akademisi dalam proses seleksi. Ini menjadi salah satu bentuk usaha dari MA untuk mendapatkan calon hakim yang tidak hanya dari segi integritas mereka tapi juga keilmuan.

"Betul-betul yang menilai tidak hanya hakim tapi juga akademisi. Kalau kita yang menilai kan bisa objektif. Menilai betul-betul dari keilmuan mereka bukan dari segi yang lain. Salah satu usaha untuk menunjukkan ke masyarakat bahwa rekrutmen hakim itu memang transparan jadi betul-betul ada objektivitas yang dinilai kecerdasan mereka, keilmuan mereka," kata Astutik yang juga Ketua Departemen Pidana FH Unair itu. (asp/asp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads