Agus baru saja mendapatkan kenaikan pangkat luar biasa dari Letnan Dua menjadi Kapten pasca Operasi Trikora. Hal itu sebagai apresiasi atas sumbangsihnya selama operasi berlangsung sehingga dia harus kehilangan kaki kirinya. Kondisi invalid itu tak membuat jiwa patriotisme Agus surut untuk tetap terlibat dalam operasi tempur.
Kegigihannya ini terekam dalam buku Legenda Pasukan Komando: Dari Kopassus Hingga Operasi Khusus karya Bob H. Hernoto dan Hendri F. Isnaeni. Pada Maret 1963 Agus dipindahkan dari Tim Detasemen Pasukan Khusus (DTC) ke PASI II Jon I Parako (Para Komando). Ia terlibat dalam operasi ke Serawak, Malaysia, dalam Operasi Dwikora.
Tak lama berselang, dia hanya ditempatkan di Detasemen Markas RPKAD. Kondisi ini tak membuat lelaki kelahiran Malang, 1 Agustus 1930 dari pasangan Tjokro Soetiksno dan RA Soekapti betah walau sempat ditugaskan di Tjakrabirawa. Tugasnya hanya mengurusi tamu, mobil dan lainnya.
"Setiap pulang kerja dia selalu murung. Sepetinya dia tak senang di Tjakrabirawa," kenang istrinya, Wirda binti Yahya (Ida).
Saat itu keberadaan Tjakrabirawa mendekati akhir karena keterlibatan salah satu komandannya dalam penculikan para jenderal, 30 September 1965. Agus pun ditarik ke tim operasi khusus (Opsus) oleh Kapten Aloysius Soegijanto yang tengah menjalankan misi menghentikan Konfrontasi dengan Malaysia.
Seluruh anggota Opsus tersebar ke pos-pos operasi di berbagai negara untuk melakukan pendekatan dengan Malaysia. Agus kebagian tugas menjaga ibukota. Ia tak tinggal diam, banyak relasi dari negara lain perlu diakomodasi keperluannya.
"Pernah suatu hari ada utusan dari negara Israel yang ingin membangun hubungan dengan Indonesia lalu ingin bertemu dengan Pak Ali Moertopo," ucap Soegijanto seperti tertulis di buku itu.
Dia meminta bantuan Agus untuk menjemput utusan Israel itu di Lapangan Udara Kemayoran. Dari Kemayoran, sang utusan dibawa menuju rumah singgah di wilayah Menteng sebelum bertemu Ali Moertopo. Keterlibatannya di Otsus ini semakin membawa Agus masuk ke dalam dunia intelijen. Ia selalu terlibat aktif dalam Opsus dan memastikan logistik.
Di dalam Opsus, Agus menjadi orang kepercayaan Ali dan Benny. Siapapun yang ingin bertemu dengan kedua tokoh itu, pintu masuknya ya harus melalui dia. Sehingga muncul ungkapan "Agus itu Opsus. Opsus itu Agus". Tak heran bila mengikuti kisah hidup Agus Hernoto kita bisa ikut mencermati sepak terjang tokoh Orde Baru, seperti Benny dan Ali.
Mantan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri punya kenangan tersendiri terhadap sosok Agus Hernoto. Dia menyebutnya sebagai orang yang menguasai teknik peledakan yang berisiko meski kondisi kaki tak sempurna. Dalam sebuah misi, Agus dengan gagah berani melakukan rekayasa peledakan dengan menggunakan jerigen besar berisi TNT seberat 25 kilogram dan dipasang sumbu di atasnya.
"Bom itu diledakkan dengan cara membakar sumbu dari helikopter lalu dilempar ke bawah, ke arah musuh. Itu tentu sangat membahayakan dirinya sendiri," kata Kiki mengenang. (jat/jat)