Ada enam pemohon terkait gugatan UU Pemilu itu yakni Kautsar dan Samsul Bahri, Partai Solidaritas Indonesia, Partai Idaman, Habiburokhman (ACTA), Efendi Gazali dan Partai Persatuan Indonesia. Sidang akan berlangsung pada pukul 11.00 WIB di Gedung Mahkamah Konstitusi lantai 2.
Pihak pemohon dari Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) yang diwakili Habiburokhman menggugat pasal 222 tentang presidential threshold (ambang batas capres).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dasar kami adalah ketentuan Pasal 20 ayat 5 UUD 1945 yang berbunyi 'Dalam rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh presiden dalam waktu 30 hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan'," ujar Agustyar di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (3/8/2017).
Selain itu, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengajukan judicial review UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu. Ada dua hal yang mereka gugat, yaitu soal verifikasi parpol peserta Pemilu dan keterwakilan perempuan di parpol.
"(Yang digugat) Pasal 173 tentang verifikasi parpol dan keterwakilan perempuan. Verifikasi, sesuai putusan MK, semua partai harusnya diverifikasi sebelum menjadi peserta pemilu dan dasar logikanya jelas, ada perpindahan demografis penduduk. Kemudian, dibanding Pemilu lalu ada pertambahan provinsi menjadi 34. Kabupaten juga tambah 19. Ada dinamika baru," ujar Ketum PSI Grace Natalie.
Gugatan terkait UU Pemilu juga dilayangkan oleh Effendi Gazali. Dia menggugat soal presidential threshold (ambang batas capres) yang sudah ditetapkan, yaitu 20-25 persen.
Menurut Effendi, setidaknya ada 4 kerugian konstitusi yang dialami olehnya dengan adanya presidential threshold dalam UU Pemilu. Kerugian tersebut adalah terbatasnya pilihan capres, menurunnya indeks demokrasi di Indonesia, kerugian demografis, dan kerugian psikografis.
"Kerugian potensial kan misalnya calon pilihan kita jadi terbatas. Padahal kan demokrasi intinya banyak atau memadainya calon-calon. Masak demokrasi calon tunggal, itu kan susah dibayangkan," ujar Effendi di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat (18/9/2017).
Terakhir, tak ketinggalan pula Ketua Umum Partai Idaman Rhoma Irama keberatan atas UU Pemilu. UU Pemilu mensyaratkan calon presiden harus didukung sedikitnya 25 persen kursi parpol yang ada di DPR saat ini. Alhasil, Raja Dangdut Rhoma Irama tidak bisa nyapres lewat partainya. (nkn/abw)











































