"Total perceraian dari Januari-September 2017 sebanyak 1.674 perkara. Faktor terbanyak perceraian karena tidak ada tanggung jawab suami seperti tidak dinafkahi, tidak bekerja atau lebih mementingkan orang tua daripada istri yaitu sebanyak 685 perkara," kata humas Pengadilan Agama Jakarta Barat (PA Jakbar), Abdul Hadi, saat berbincang dengan detikcom di kantornya, Jalan Pesanggrahan Raya, Jakarta, Rabu (4/10/2017).
Disusul dengan faktor ketidakharmonisan antar suami-istri. Seperti hal kecil dibesar-besarkan atau ribut karena hal sepele tetapi terus menerus. Di urutan ketiga baru diduduki faktor perselingkuhan.
![]() |
"Gangguan pihak ketiga sebanyak 329 kasus. Kebanaykan itu melalui medsos, misalnya ada foto mesra di WhatsApp atau di Facebook. Ada juga karena ketahuan ada percakapan mesra di WhatsApp," ujar Hadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihak yang menginginkan perceraian paling banyak dari kubu perempuan yaitu sebanyak 80 persen. Sedangkan dari faktor usia, perceraian paling banyak terjadi saat pasangan berusia 31 tahun hingga 40 tahun yaitu sebanyak 50 persen. Adapun pasangan baru yaitu yang baru berusia 21 tahun hingga 30 tahun, tingkat perceraian sebanyak 20 persen.
"Kepada perempuan yang akan nikah, pelajari dulu calon suaminya, dari segi kepribadian, kemapanan, ekonomi dan latar belakang karena ada kasus orang tua suaminya saja tidak diketahui ada di mana. Bagi yang sudah menikah, saling support antar suami istri dan cari jalan keluar bersama (ekonomi)," ujar Hadi memberikan nasihat.
Data di atas bertolak belakang dengan data di Kota Bekasi. Sebab, dari 2.231 pasangan bercerai sepanjang Januari-September 2017, 1.862 kasus karena perselingkuhan yang dipicu WhatsApp dan media sosial. (asp/)