Rekomendasi Ombudsman ke Kemenag hingga Bareskrim soal First Travel

Rekomendasi Ombudsman ke Kemenag hingga Bareskrim soal First Travel

Faiq Hidayat - detikNews
Rabu, 04 Okt 2017 15:03 WIB
Foto: Infografis oleh Mindro Purnomo/detikcom
Jakarta - Ombudsman memberikan beberapa rekomendasi ke Kementerian Agama terkait kasus First Travel. Tidak hanya Kemenag, rekomendasi juga diberikan ke Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan dan Bareskrim.

Anggota Ombudsman Ahmad Suadi mengatakan Kemenag harus mengawasi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Sehingga, Kemenag mengetahui jumlah jemaah umrah yang berangkat ke Arab Saudi.

"Kementerian Agama agar mengontrol secara langsung. Sekarang ini PPIU diserahkan sepenuhnya misalnya soal daftar orang yang umroh. Jadi kalau kami tanya kepada Kemenag siapa saja yang umrah melalui First Travel? Kemenag tidak punya daftarnya. Demikian juga saya menanyakan ke Konjen di Jeddah, mereka juga tidak punya daftar yang lengkap yang pada saat itu mereka di sana," kata Ahmad di Kantornya, Jalan Rasuna Said, Jakarta, Rabu (4/9/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, Suadi mengatakan pemberian izin PPIU harus dilimpahkan ke Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) atau lembaga yang relevan. Hal itu untuk membedakan antara ibadah umrah dengan industri travel.

"Dalam Hal pelayanan perizinan, kalau tetap berada di Kemenag hanya harus melalui online. Sekarang Kita tidak bisa mengecek itu secara detail terutama daftar orang yang umrah. Kemenag agar berkoordinasi dengan PTSP, sekarang mungkin sudah ada koordinasinya tapi secara data tidak sinkron," jelas Suadi.

Kepada Kemenkum HAM, Suadi meminta berkoordinasi dengan Kemenag untuk memberikan informasi tentang kelengkapan perizinan. Sebab, persyaratan PPIU di Kemenag dan Kemenkum HAM ada perbedaan.

"Misalnya apakah ketika dari proses kemenpar menjadi PPIU kelengkapannya ada apa nggak. Karena kami menemukan tidak sinkron antara persyaratan PPIU di Kemenag yang kita cek di Kemenkum HAM," kata Suadi.

Kepada Kemlu, Suadi meminta berkoordinasi dengan Kemenag mengenai perlindungan jemaah dan visa di Arab Saudi. Apalagi ada temuan soal provider visa yang memonopoli terkait perjalanan umrah.

"Ini soal provider kami juga menemukan provider yang bisa memonopoli informasi tentang visa. Boleh jadi PPIU tidak bisa mengontrol siapa yang sebenarnya mendapatkan visa atau tidak karena itu menjadi hubungan antara provider dengan Kedutaan Saudi Arabia. Jadi saya kira pemerintah Kemlu mesti mengecek ini dan berhubungan juga dengan Kemenkum HAM," ujar Suadi.

Kepada Kementerian Keuangan, Suadi meminta ada sanksi bagi PPIU yang tidak membayar pajak perizinan. Salah satu syarat izin PPIU yakni membayar pajak.

"Ini berkaitan dengan pajak dan seterusnyat agar bisa memberi sanksi yang tegas kepada PPIU yang tidak memenuhi syarat secara kemitraan dan tidak membayar pajak," ucap Suadi.

Kepada Bareskrim, Suadi meminta polisi segera mengambil langkah tegas terhadap perusahaan travel umrah yang melanggar aturan. Suadi berharap polisi tidak menunggu opini publik dalam menindak kasus penipuan seperti kasus First Travel.

"Kami bertanya juga kepada Kepolisian, kami menghargai ketegasan terhadap First Travel setelah terjadi pelanggaran. Tetapi kenapa tidak ada pencegahan sebelumnya? Kepolisian beralasan dengan isu agama yang sensitif. Jadi kalau belum ada opini publik bahwa ini salah, polisi tidak berani masuk, baru setelah ada opini publik tindakan ini salah baru polisi bisa masuk. Seharusnya begitu perusahaan melanggar, segera ditindak," paparnya. (fai/idh)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads