"Yang paling penting bukan komentar dari orang lain, tapi gimana kita memperkuat di dalam, gimana memperkuat instansi antar lembaga. Ya dalam mengelola negara besar ini mungkin saja terjadi (miskomunikasi) tapi kalau ada saling rasa trust, sebuah komunkasi dapat mudah dipahami," ujar Moeldoko, di kantor Para Syndicate, Jl Wijaya, Jakarta Selatan, Rabu (4/10/2017).
Pengiriman senjata jenis SAGL tersebut telah terjadi mulai tahun 2015. Saat itu Moeldoko masih menjabat sebagai Panglima TNI, tetapi dia mengaku tidak mengetahuinya karena pembelian itu otoritas kepolisian. Moeldoko berpesan agar polemik impor senjata jangan diributkan karena yang terpenting bagaimana tugas pokok masih dilakukan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, Brimob bisa dimungkinkan menggunakan senjata jenis SAGL itu untuk tugas operasionalnya. Karena dulu TNI dan Brimob pernah sama-sama beroperasi di Timor-Timur.
"Karena sejak reformasi terjadi pemisahan TNI dan Polri jadi mungkin ya, saya tidak baca doktrin Brimob, dulu kan Brimob pernah melakukan operasi bersama TNI di Timor-Timur, jangan-jangan masih ada doktrin yang menyatakan tugas Brimob seperti itu. Jadi nggak perlu buru-buru ribut dulu, perlu ditanyakan dulu ke Brimob," ungkapnya.
Ia mengatakan impor senjata melalui bandara komersil bisa saja dalam keadaan tertentu. Pengadaan senjata menurutnya tidak mudah karena ada mekanisme, aturan dan ketentuan-ketentuannya sangat ketat. (yld/dhn)