Dede Hidayatullah (26), warga Pager Agung, Kota Serang, tewas setelah mendapat tusukan di bagian perut. Ia ditusuk oleh seseorang seusai keributan di pesta dangdut di kampungnya.
Kakak mendiang yang bernama Ahmad Robi bercerita kejadian itu bermula saat Dede menghadiri konser dangdut di kampungnya. Pada Sabtu (30/9) sekitar pukul 23.30 WIB, terjadi keributan dan seseorang menusuk perut korban. Keluarga kemudian membawa korban ke ruang gawat darurat Rumah Sakit Hermina di Ciruas, Kabupaten Serang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau malam itu ditangani harus ada Rp 13 juta. Waktu itu jam 2 malam kan. Uang dari mana, bingung kita," katanya saat bercerita kepada wartawan di Kota Serang, Selasa (3/10/2017).
Beberapa anggota keluarga yang waktu itu ikut mengantar akhirnya pulang ke rumah untuk mencari tambahan. Namun, karena sudah larut, pihak keluarga hanya menemukan emas seberat 7 gram. Keluarga juga mengaku tidak bisa menggunakan BPJS.
Robi mengatakan ayahnya bernama Samsuri dan bekerja di kawasan Senen, Jakarta. Kartu BPJS milik korban ada di tangan bapaknya yang kebetulan baru datang sekitar subuh di Serang.
Samsuri sendiri, kepada wartawan, mengatakan, begitu sampai di Serang, ia tidak berkomunikasi dengan dokter, melainkan langsung mengurus anaknya.
"Nggak komunikasi sama dokter, anak saya nahan sakit terus," katanya.
Sekitar pukul 08.00 WIB pada Minggu (1/10), korban kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Bedah Benggala di Kota Serang. Di sana Dede sempat mendapat perawatan dan sempat ingin dioperasi.
Namun, menurut keluarga, dokter mengatakan kondisi korban lemah dan perlu dibawa ke ruang ICU terlebih dahulu. Robi menjelaskan adiknya kemudian meninggal sekitar pukul 05.00 WIB pagi pada Senin (2/10).
Pihak Rumah Sakit Hermina, saat dimintai konfirmasi mengenai ini, mengatakan permasalahan penanganan pasien untuk operasi bukan karena uang. Berdasarkan investigasi sementara yang dilakukan rumah sakit, pasien dalam keadaan mabuk.
"Bukan masalah deposit, pasien mabuk tidak sadar. Kalau mau (operasi, red) kita tidak bisa minta persetujuan," kata dr Yulivitri, Manager Marketing dan Mutu Akreditasi Rumah Sakit Hermina Ciruas, saat dimintai konfirmasi.
Menurutnya, kewajiban pengambilan tindakan itu kemudian berpindah ke keluarga. Namun, karena yang datang malam itu adalah teman-temannya yang juga dalam kondisi mabuk, akhirnya yang datang pun tidak ada yang berani melakukan tindakan operasi.
"Operasi, harus ada persetujuan keluarga. Ke pasien tidak mungkin karena dipengaruhi alkohol. Tidak ada satu pun yang berani melakukan tindakan operasi," tambahnya.
Apalagi, menurut Yuli, ada Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, yang mengatur dan membatasi pasien mendapat layanan BPJS. Termasuk seseorang yang terpengaruh alkohol.
"Dari malam sebenarnya sudah diinfokan mabuk dipengaruhi alkohol, bukan rumah sakit yang tidak mau menggunakan BPJS. Tapi aturan yang membatasi bahwa pasien dengan kondisi tersebut tidak bisa di-cover BPJS," ujarnya. (fay/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini