Polisi Alami Kendala Personel dan Dana dalam Perlindungan Anak

Polisi Alami Kendala Personel dan Dana dalam Perlindungan Anak

Arief Ikhsanudin - detikNews
Selasa, 03 Okt 2017 11:36 WIB
Foto: Arief Ikhsanudin/detikcom
Jakarta - Polri masih mengalami kendala dalam proses penanganan korban kekerasan terhadap anak. Unit Pelayanan dan Perlindungan Anak (Unit PPA) masih mengalami kendala, seperti ketersediaan personel.

"Unit PPA bukan menarik dalam tugas polisi. Kalau misalkan lulusan Perguruan ditanya mau jadi apa, dia pasti memilih jadi reserse atau lalu lintas daripada masuk PPA," kata Direktur Tipidum Polri, Brigjen Herry Rudolf, dalam acara Diskusi Penguatan Peran Polri dalam Rangka Perlindungan Anak dari tindakan Kejahatan, di Mapolda Metro Jaya, Selasa (3/9/2017).

Selain masalah personel, Herry mengatakan polisi memiliki kekurangan pendanaan untuk Unit PPA. Terkadang, mereka ikut ke pendanaan di bagian lain atau kementerian terkait untuk melakukan kegiatan sosialisasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau misalkan Polwan melakukan program sosialisasi, pendidikan dan pelatihan, minim anggarannya. Di Mabes Polri aja enggak ada apalagi di Polda dan Polres," ucap Herry.

Herry menerangkan awal dibentuknya unit ini khusus untuk menangani korban kekerasan dan seksual terhadap perempuan dan anak. Kasus itu tidak bisa ditangani dengan unit-unit kepolisian yang lainnya.

"Pada tahun 1998, terjadi kerusuhan dan banyak kekerasan seksual, ketika dibawa ke kepolisian khususnya di Polda, Polri sangat tidak siap. Dulu ada senior polwan bentuk LSM yang bisa menampung dan treatment bagi korban," kata Herry.

"Dan berlanjut pada 1999 ada Ruang Pelayanan Khusus di Polda Metro Jaya. Itu cikal bakalnya," sambungnya.

Harry mengatakan, jika memang kekerasab dan kejahatan terhadap perempuan dan anak adalah kejahatan serius atau Ekstra Ordinary Crime, penanganannya pun harus khusus. Mungkin, PPA bisa ditingkatkan dari Unit menjadi Direktorat sendiri.

"Kalau itu anggap itu kejahatan luar bisa. Langkah antisipasi harus langkah luar biasa. Itu sudah dilakukan di terorisme dan narkoba. Kalau misalkan anak ini menjadi sesuatu yang ekstra ordinary, kita harus pikir ada institusi khusus, mungkin jadi direktorat sendiri di Mabes Polri," ujar Herry.

Selain itu, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait, mengatakan tingkat kekerasan terhadap anak di Indonesia dikategorikan tinggi. Berbagai kasus terjadi di Indonesia.

"Salah satu kasus adalah pemerkosaan dan pembunuhan dilakukan di Kalideres. Setelah dibunuh, dia dimasukkan kardus," kata Aris dalam acara yang sama.

"Selain itu, Juni 2012 karena bayi menangis-menangis. Oleh ibunya dipatahkan tangannya dan kakinya. Ini terjadi Koja, Jakarta Utara," sambung Aris. (aik/aan)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads