Menurutnya, hal ini sebagai bentuk koordinasi dengan pihak kepolisian. Selain itu, penindakan yang nantinya dilakukan, seperti tilang elektronik (e-tilang), harus dilakukan secara tegas.
"Kawasan tertib lalu lintas itu kan sudah menjadi program kepolisian. Mestinya di semua kawasan tertib lalu lintas itu ada minimal CCTV seperti itu. Tegas ya. Artinya, tidak pandang pilih penegakan hukumnya. Siapa pun yang melanggar ditindak," kata Izzul saat ditemui di kampus UI, Depok, Senin (2/10/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui, pelanggaran lalu lintas selama ini juga terkategorikan sebagai tindak pidana ringan (tipiring). Izzul berpendapat sebaiknya ada pengubahan di UU Lalu Lintas agar para pelanggar dapat dikenai sanksi administratif.
"Kalau bisa diubah ya lebih baik. Tidak harus menjadi tindak pidana, tapi diterapkan sebagai sanksi administratif," tuturnya.
Selain itu, Izzul menilai CCTV ini harus terintegrasi dengan sistem komputerisasi antarinstansi. Menurutnya, hal itu diperlukan untuk menentukan sanksi bagi pelanggar tanpa melalui proses pengadilan.
"Pengadilan kasih list kalau pelanggaran model A dendanya sekian, B sekian. Misalnya melanggar marka rambu berhenti, lampu merah berapa. Kalau nggak pakai helm berapa. Kalau pengadilan mengeluarkan seperti itu, ada sharing di sana. Dari denda tilang itu, berapa persen masuk kas pemda, berapa persen masuk polisi, sekian persen masuk ke pengadilan dan kejaksaan," ujarnya.
Seperti diketahui, Dishub DKI telah menempatkan 14 kamera CCTV di persimpangan jalan-jalan di Jakarta, dan dua di antaranya telah dilengkapi pengeras suara. Pengeras suara tersebut untuk mengingatkan pengendara yang melewati garis marka di setiap persimpangan lampu lalu lintas. (jbr/jbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini