Ketika Napol PKI Menjadi Imam Tarawih

Ketika Napol PKI Menjadi Imam Tarawih

Aryo Bhawono - detikNews
Senin, 02 Okt 2017 07:45 WIB
M Iqbal
Jakarta - Salat tarawih pada Ramadhan 1978 memberi kesan tersendiri bagi i Andi Mappetahang (AM) Fatwa saat menjalani hukuman di Rumah Tahanan Militer (RTM) Jalan Budi Utomo, Jakarta Pusat. Penghuni RTM itu juga sejumlah narapidana politik (Napol) PKI. Salah seorang di antaranya kerap menjadi imam salat, termasuk tarawih.

"Saya sudah lupa namanya tapi dia mantan pemimpin organisasi buruh yang berafiliasi dengan PKI di Kalimantan Timur," kata Fatwa mengenang saat ditemui detik.com, Jumat (29/9/2017). Sang imam, ia menambahkan, pernah menjadi ketua DPRD di provinsi tersebut.

Fatwa menilai lelaki itu pantas menjadi imam karena bacaan surat-surat qur'annya cukup fasih. "Dia keturunan Arab dan bacaan salatnya bagus," Fatwa menegaskan.

Fatwa sendiri mendekam di RTM Budi Utomo selama sembilan bulan karena dianggap melakukan tindakan subversif. Ia kerap mengoreksi kebijakan pimpinan saat menjabat Kepala Sub Direktorat Pembinaan Masyarakat Direktorat Politik Pemda DKI Jakarta di masa Gubernur DKI Jakarta Tjokropranolo.

Dari Budi Utomo, Fatwa menjalani penahanan di RTM Guntur dan Rutan Bekasi. Selepas dari penahanan, Fatwa dipecat oleh Menteri Dalam Negeri Amir Mahmud.

Penjara merupakan babak yang panjang dalam hidup Fatwa. Buku Dari Cipinang ke Senayan yang ditulisnya menyebutkan, pertemuannya dengan napol PKI lainnya banyak terjadi saat mendekam di Cipinang karena kasus Tanjung Priok pada 1984. Selama mendekam di penjara dan bertemu napol PKI ia selalu tertarik mendengar kehidupan keagamaan mereka.

Anggota Biro Khusus PKI, Asep Suryaman, selalu tertib menjalankan salat wajib. Asep mengaku pada Fatwa bahwa istrinya merupakan guru mengaji di Tasikmalaya. "Kalau bertukar pikiran, pikiran komunismenya selalu muncul dalam analisis politiknya. Namun yang jelas, ia percaya kepada Tuhan dan salatnya tertib," tulis Fatwa.

Asep inilah yang berperan melakukan penyusupan ke militer. Ia banyak mempengaruhi pikiran petinggi militer agar berpihak kepada PKI.

Beberapa napol PKI lainnya pindah agama dari Islam menjadi Kristen seperti Ruslan Wijaya Sastra, yang merupakan tokoh tua PKI. Sedangkan Sekretaris DN. Aidit, Iskandar Subekti beralih dari Islam menjadi pemeluk Budha.

Wakil Ketua I Biro Khusus PKI, Pono, mengaku terang-terangan tidak beragama. Kolom agama dalam dokumennya tertulis sebagai pengikut aliran kepercayaan. Status agama itu terpaksa ia tulis karena harus diisi. Keyakinan Pono ini sama dengan mantan Ketua Umum Pemuda Rakyat, Sukatno. Ia tak memeluk agama tertentu.

Suatu ketika Mantan Ketua Fraksi Masyumi, Burhanuddin Harahap datang membesuk Fatwa sambil membawa kue bolu. Fatwa membagi kue itu kepada Pono. Seorang anggota Kosgoro yang melihat Pono hendak menyantap kue itu berseloroh agar membaca basmalah karena itu kue Masyumi. "Pono hanya menjawab, kue nya boleh tapi Masyumi-nya tidak," kenang Fatwa.

(jat/jat)

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads