"Barang bukti yang sama tidak bisa digunakan untuk mentersangkakan orang lain. Ini semua rasanya di luar dugaan kita, dalil hakim untuk mengabulkan praperadilan," ujar Ray Rangkuti dalam konferensi pers Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan KPK di kantor ICW, Jalan Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Sabtu (30/9/2017).
Dia mengatakan pertimbangan itu akan membuat sistem hukum Indonesia berubah. Menurutnya, argumen hakim Cepi ke depannya justru mempersulit penetapan pelaku kejahatan sebagai tersangka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ray berkata keputusan ini dapat mempermudah pelaku kejahatan tindak pidana korupsi melakukan aksinya secara berjemaah. Sebab, alat bukti yang ada tidak dapat mentersangkakan semua pelaku.
"Jadi kalau kita korupsi yang berjemaah, dengan barang bukti dua barang bukti ini, nggak bisa dipakai lagi ke kita. Kita happy-happy saja karena hanya satu yang dijadikan tersangka. Begitulah logikanya," tukas Ray.
Sebelumnya, hakim tunggal Cepi Iskandar mengabulkan sebagian permohonan praperadilan yang diajukan Setya Novanto. Cepi menilai alat bukti dari proses penyidikan orang lain tidak boleh digunakan untuk perkara orang lain. Hal itu karena bukti dan saksi harus diperiksa dari awal dengan proses dari awal terlebih dahulu.
Misalnya pemeriksaan saksi dan pengumpulan bukti itu harus dilakukan ulang dalam tahap penyidikan baru, terpisah dari perkara orang lain, seperti Irman dan Sugiharto.
"Termohon harus ada prosedur dalam perkara a quo. Jika ada tindakan upaya paksa, bukan dalam tahap penyelidikan dan prosedur lainnya. Harus diperiksa ulang di tahap penyidikan, termohon menurut hakim nggak boleh diambil langsung, tapi harus prosedur. Kalau mau upaya paksa dalam tahap penyidikan dan harus penyelidikan dan pemeriksaan ulang mencari dokumen lain. Nggak boleh langsung diambil alih," kata hakim Cepi membacakan amar putusan di PN Jaksel, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Jumat (29/9). (nif/nif)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini