"Kalau bisa diupayakan lagi tidak ada tatap muka pemohon izin dan pemberi izin. Dan itu disepakati juga program pemerintah, khususnya Presiden (Jokowi)," ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam acara sosialisasi pengendalian gratifikasi dan pencegahan di gedung lama KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (29/9/2017).
KPK juga berupaya agar pengadaan barang dan jasa menggunakan e-procurement atau layanan pengadaan secara elektronik. Selain itu, KPK juga mengatakan e-catalog bisa digunakan untuk memuat daftar barang jasa seperti yang digunakan Pemkot Surabaya dan Pemprov DKI.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Syarif mengatakan e-budgeting bisa digunakan pemerintah daerah dan kementerian agar pembahasan anggaran tidak menghabiskan waktu. Apalagi, kata Syarif, jika pembahasan anggaran tidak mencapai kesepakatan akan terjadi penyimpangan.
"Membantu pemda dan kementerian supaya planning dan budgeting supaya bisa juga elektronik agar tidak bolak balik DPR dengan menteri, DPRD dengan Gubernur bolak balik. Akhirnya saya setujui anggaran kamu ini proyek jalan ini seharusnya yang menang perusahaan saya, atau nilai 7 ribu menjadi 9 ribu," ucap Syarif.
Saran itu disebut Syarif berkaca dari OTT yang dilakukan KPK. Syarif menyebut kasus-kasus yang diungkap KPK biasanya bermodus permintaan 10 persen dari nilai proyek.
"Dan semua OTT selalu dokumen resminya, jangan lihat oh cuma Rp 40 juta dan Rp 100 juta nggak. Lihat dokumen proyeknya paling sedikit 10 persen dari proyek tidak pernah kurang itu. Sampai ada 20 persen dari proyek jadi ada zaman Orba dulu mister persen itu masih berlanjut juga seperti sekarang," jelas Syarif. (fai/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini