Dilarang Bising di Prambanan Lebih dari 60 dB, Sebising Apa Itu?

Dilarang Bising di Prambanan Lebih dari 60 dB, Sebising Apa Itu?

Danu Damarjati - detikNews
Jumat, 29 Sep 2017 05:33 WIB
Candi Prambanan (Foto: Bagus Kurniawan/detikcom)
Jakarta - Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan, Hilmar Farid, mengatakan belum ada aturan baku soal batas kebisingan di area Candi Prambanan. Namun ternyata, ada aturan soal batas bising ini.

Rencana konser grup metal Dream Theater diprotes arkeolog senegara karena dianggap terlalu bising untuk Candi Prambanan. Akhirnya konser itu pindah tempat ke Stadion Kridosono, di pusat Kota Yogyakarta.

Aturannya, kebisingan tidak boleh melampaui batas 60 desibel (dB). Aturan ini berlaku di semua situs cagar budaya, candi adalah salah satunya. Balai Konservasi Borobudur telah meriset kebisingan konser Jazz di Prambanan pada 20-21 Agustus lalu. Hasilnya, kebisingan konser sudah melebihi 60 dB alias kelewat bising untuk candi sepuh itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kepala Seksi Konservasi dari Balai Konservasi Borobudur, Iskandar M Siregar, menunjukkan bahwa aturan itu ada, yakni Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. Keputusan Menteri ini diteken oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup Sarwono Kusumaatmadja pada 25 November 1996.

"Itu berlaku untuk kawasan Cagar Budaya," kata Iskandar kepada detikcom, Jumat (29/9/2017).


Kebisingan dimaknai sebagai bunyi tak diinginkan dari kegiatan yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Di Peraturan Menteri Lingkungan Hidup itu tertera ambang batas (baku) kebisingan maksimal di tiap-tiap jenis lokasi.

Perumahan dan permukiman punya baku kebisingan 55 dB, kawasan perdagangan dan jasa 70 dB, perkantoran dan perdagangan 65 dB, ruang terbuka hijau 50 dB, industri 70 dB, pemerintahan dan fasilitas umum 60 dB, kawasan rekreasi 70 dB, pelabuhan laut 70 dB, cagar budaya 60 dB.

Rumah sakit tak boleh bising lebih dari 55 dB, sekolah 55 dB, begitu pula tempat ibadah juga 55 dB batas bisingnya.

Ssst! Jangan Ngobrol Kencang-kencang

Hilmar Farid menilai 60 dB itu adalah bunyi percakapan orang yang cukup keras. Dia kemudian mengajak publik berpikir, berarti sesungguhnya tak boleh ada orang yang bercakap-cakap di Candi Prambanan. Iskandar membenarkan bahwa 60 dB itu memang setara dengan suara orang mengobrol dengan cukup lantang.

"Iya, 60 dB itu setara dengan orang bercakap-cakap tapi cukup keras," kata Iskandar.

Sekadar perbandingan, suara orang mendengkur keras bisa mencapai 60 dB sampai 80 dB. Suara bising 80 dB setara dengan suara bor yang melubangi beton. Audiolog dari Cape Town MediClinic bernama Lisa Nathan, dalam berita yang pernah dilansir detikcom, menjelaskan bahwa suara konser rock itu biasanya 115 dB, dan suara mesin pesawat adalah 140 dB. Suara 90 dB saja sudah bisa bikin gangguan pendengaran manusia.

Oh iya. Masih ingat dengan kontroversi Pergub tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka beberapa tahun lalu? Peraturan Gubernur DKI Nomor 232 Tahun 2015 itu mengatur pembatasan pengeras suara, tingkat kebisingan yang diperbolehkan juga 60 dB.

Pada November 2015, buruh sempat memprotes batas bising 60 dB itu. Soalnya, 60 dB itu sama saja dengan suara orang yang sedang berbicara. Mobil-mobil di jalanan saja suaranya bisa 100 dB. Kalau demonstrasi tak boleh berisik melebihi 60 dB, maka itu sama saja dengan membungkam demonstran.

Selain pertimbangan perlindungan untuk candi, batas bising 60 dB itu juga untuk menghormati candi sebagai salah satu situs umat beragama. Konser Jazz yang terlanjur melampaui 60 dB pada Agustus lalu kemudian menjadi bahan evaluasi, dan akhirnya rencana konser musik keras bertajuk 'JogjaROCKarta' tak jadi digelar di pelataran Candi Prambanan.

"Mungkin kejadian ini juga akan menjadi pertimbangan pihak berwenang untuk kegiatan selanjutnya, termasuk Prambanan Jazz itu. Konser Prambanan Jazz di atas 60 dB," kata Iskandar.

Selain konser musik, sebenarnya ada pertunjukan teatrikal yang rutin digelar di kawasan Candi Prambanan. Bahkan ini tenar sekali, yakni Sendratari Ramayana (Prambanan Ramayana Ballet). Candi Prambanan jadi latar pertunjukan ini. Pertunjukan itu secara perspektif keindahan dinilai masih cocok dengan Candi, jadi ya tidak dilarang.

"Kalau Sendratari Ramayana, saya kira masih sesuai dengan nuansa candi dan memang diadaptasi dari cerita yang ada di relief Candi Prambanan," kata Iskandar. Menurutnya, ada pertimbangan etis dan estetis yang ikut melatarbelakangi aturan batas bising 60 dB di Prambanan.


Sebelumnya, Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) melancarkan protes kerasnya terhadap rencana konser Dream Theater dan band lainnya di pelataran Candi berusia lebih dari satu milenium di pojok timur Daerah Istimewa Yogyakarta itu. Ketua IAAI Wiwin Djuwita Sudjana Ramelan menyitir penelitian Tim Balai Konservasi Borobudur dalam poin nomor 4 pertimbangan sikap IAAI.

"Berdasarkan hasil kajian Tim Balai Konservasi Borobudur atas Konser Prambanan Jazz 20-21 Agustus 2017 dapat disimpulkan bahwa tingkat kebisingan sudah melebihi ambang batas yang sudah ditentukan karena di atas 60 dB. Tingkat getaran 0,04 mm/detik, sementara ambang batas untuk getaran bangunan kuno/bersejarah sebesar 2 mm/detik yang dapat menghasilkan efek merusak pada struktur ikatan batu-batu candi," demikian pertimbangan nomor 4 pernyataan sikap IAAI itu.

Meski konser jazz waktu itu masih aman dalam hal tingkat getaran, namun konser itu sudah melewati ambang batas kebisingan. "Prinsipnya kalau kita sepakat mau melestarikan, kita harus mencegah hal-hal yang membahayakan candi yang sudah berumur seribu tahun lebih," kata Wiwin, Kamis (28/9) kemarin.


Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid menghargai protes dari kaum arkeolog itu. Namun demikian menurut Hilmar, belum ada aturan baku terkait boleh dan tidaknya konser di pelataran candi. Buktinya konser Jazz Prambanan juga boleh diselenggarakan sampai selesai. Namun untuk konser Dream Theater dkk di JogjaROCKarta pelataran Candi Prambanan, Hilmar mengaku belum menerbitkan izinnya. Kini yang terpenting adalah merumuskan aturan baku soal ambang batas kebisingan untuk candi.

"Ukurannya juga belum disepakati. Apakah benar 60 dB itu bisa merusak struktur candi. 60 dB itu bunyi percakapan orang yang cukup keras. Apakah artinya orang tidak boleh bercakap-cakap kalau ke Prambanan?" ujar Hilmar, Kamis (28/9) kemarin.

Kini terjawab sudah. Ada aturan mengenai ambang batas kebisingan itu, yakni 60 dB untuk situs cagar budaya. Aturan itu adalah Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan.

Konser Rock dan Getaran yang Merusak

Sebenarnya yang bersifat destruktif terhadap bangunan kuno adalah tingkat getaran. Khusus untuk bangunan kuno bersejarah, ambang batas maksimal (baku) getaran kejut yang diperkenankan adalah tidak boleh lebih dari 2 mm/detik. Ini juga sudah ada aturannya.

Aturan ini tercantum dalam Lampiran III dan IV Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 49 Tahun 1996 Tanggal 25 November 1996.

Getaran mekanik untuk bangunan bernilai budaya tinggi dan dilestarikan, diatur dalam Lampiran III. Getaran mekanik adalah getaran yang ditimbulkan oleh sarana dan peralatan kegiatan manusia. Untuk bangunan tua bersejarah, tingkat getaran mekanik yang diizinkan untuk frekuensi kurang dari 10 Hz di pondasi adalah 3 mm/detik. Untuk rentang frekuensi 10-15 Hz adalah 3 sampai 8 mm/detik. Untuk rentang 50-100 Hz adalah 8 sampai 10 mm/detik. Pada bidang datar di lantai paling atas, tingkat getaran mekanik yang diizinkan adalah 8,5 mm/detik.

Lampiran IV mengatur tentang baku tingkat getaran kejut. Yang dimaksud getaran kejut adalah getaran yang berlangsung secara tiba-tiba dan sesaat. Untuk jenis bangunan kuno yang punya nilai sejarah tinggi, kecepatan getaran maksimum yang diizinkan adalah 2 mm/detik.

Dampak getaran konser rock terhadap bangunan sekitar pernah diteliti di Swedia oleh A Bodaer dari Royal Institute of Technology Stockholm dan S Erlingsson dari Royal Institute of Technology Stockholm. Judul penelitiannya adalah 'Rock Music Induced Damage and Vibration at Nya Ullevi Stadium'.

Ceritanya, konser dua kali oleh Bruce Springsteen digelar di Stadion Nya Ullevi, Gothenburg, Swedia, pada musim panas 1985. Stadion ini dibangun di atas lapisan tanah liat lunak. Para penonton berjingkrak menimbulkan getaran yang merusak kabel suspensi dan balok penyangga atap. Para penonton pun bersaksi merasakan getaran yang luar biasa.

Bangunan permukiman sejauh 400 meter dari lokasi juga merasakan getaran dari konser rock itu. Penduduk di situ sampai komplain karena getaran telah menggoyang hiasan rumah dan mampu menjatuhkan buku dari raknya. Usut punya usut, getaran horisontal konser Bruce Springsteen itu mencapai 22 mm/detik. Getaran vertikalnya 8 mm/detik. Getaran melampaui 20 mm/detik ini telah menimbulkan dampak kerusakan di dalam dan luar stadion. (dnu/dkp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads