"Begini, Mas. Jika kami tidak keberatan, aku ingin memintamu untuk mendaftarkan aku masuk di Fakultas Pertanian UGM," kata Artidjo muda.
Hal itu disampaikan kepada kakak kelasnya di SMA, Said yang lebih dulu kuliah di UII, Yogyakarta. Kesaksian itu tertuang dalam buku 'Sogok Aku Kau Kutangkap-Novel Biografi Artidjo Alkostar- karya Haidar Musyafa halaman 131 yang dikutip detikcom, Rabu (27/9/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Said mengamini permintaan Artidjo. Tapi kondisi saat itu, bukan seperti sekarang yang dengan mudah didapati alat komunikasi hingga internet. Berkas lamaran kuliah Artidjo ternyata sampai ke Yogyakarta dua hari setelah penutupan pendaftaran Fakultas Pertanian.
Artidjo kaget dan terkoyak. Said lalu mengusulkan agar Artidjo mendaftar Fakultas Hukum UII, sama seperti dirinya. Mengetahui itu, ayah Artidjo kaget dan marah.
"Kamu ini anak seorang anak petani Djo! Tak ada satu pun anggota keluargamu yang menempuh pendidikan sampai perguruan tinggi. Apalagi belajar hukum," kata ayah Artidjo.
Ayah Artidjo berharap anaknya jadi insinyur pertanian karena setidak-tidaknya membantu pekerjaan orang tuanya mengurus sawah warisan nenek moyang. Mendapati nada ayahnya meninggi, Artidjo diam.
Kemudian Artidjo menceritakan soal pendaftaran yang sudah ditutup. Tidak hanya di UGM, tetapi seluruh Fakultas Pertanian di Yogyakarta. Termasuk peluang bila harus ikut ujian tahun setelahnya.
"Tidak baik menyesali kegagalanmu dengan hanya menunggu peluang yang sama di tahun depan," kata ayah Artidjo.
![]() |
"Jadi, Ayah izinkan aku masuk Fakultas Hukum?" tanya Artidjo.
"Jika kamu anggap itu baik, lakukanlah Nak, Insya Allah, restu kedua orang tuamu akan selalu menyertai langkah-langkahmu," kata ayahnya.
Akhirnya Artidjo memulai kuliah di Fakultas Hukum UII sejak September 1967. Sepanjang kuliah, Artidjo aktif di gerakan mahasiswa dan kerap ikut demonstrasi. Selepas kuliah, Artidjo aktif di LBH Yogyakarta dan dilanjutkan sendiri mendirikan kantor hukum Artidjo Alkostar and Associates. Praktik hukumnya itu difokuskan terhadap pembelaan hak asasi manusia dan masyarakat terpinggirkan.
Hingga pada awal tahun 2000-an, Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra meminta Artidjo mendaftar menjadi hakim agung. Sebelum menarima tawaran itu, Artidjo meminta restu ke para kiai di Madura yang dihormatinya. Sebab ia gundah dan tidak yakin dengan profesi hakim, apalagi hakim agung. Setelah mendapat restu kiai Madura, akhirnya, Artidjo menyanggupi dan lolos ke Medan Merdeka Utara, markas Mahkamah Agung (MA).
Artidjo rencananya akan pensiun pada Mei 2018 nanti. (asp/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini