Awalnya, jaksa KPK Takdir Suhan membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Eddy. Dalam BAP itu, Eddy menjelaskan soal laporan mengenai Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).
"Kemudian Saudara Rochmadi melaporkan mengenai Kemendes, yang harusnya opini turun dari WDP, tetapi saya minta dan saya sampaikan kepada Saudara Ali Sadli agar jangan menurunkan opini karena masalah moral obligation. Moral obligation yang saya maksud adalah pada saat saya masuk di BPK, saya banyak memberikan opini disclaimer kepada menteri yang berasal dari partai politik PKB. Sejauh itu, Pak, bagaimana statement ini betul?" tanya jaksa kepada Eddy dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (27/9/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Eddy merupakan saksi yang dihadirkan dalam sidang dengan terdakwa mantan Inspektur Jenderal Kemendes PDTT Sugito dan Kabag Tata Usaha dan Keuangan Irjen Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo tersebut.
Jaksa kembali melanjutkan membacakan BAP Eddy. Jaksa mengatakan Eddy mengaku di-bully oleh para menteri dari PKB karena kerap memberikan disclaimer.
"Sehingga saya di-bully oleh menteri-menteri tersebut, sehingga saya merenung dan pada akhirnya Saudara Ali menyampaikan bahwa nilai aset antara Kemendes dan DJKN belum clear. Sejauh ini betul, Pak?" tanya jaksa lagi.
"Saya detail tidak paham," jawab Eddy.
Namun jaksa mencoba memastikan apakah BAP Eddy itu sesuai dengan apa yang disampaikannya kepada penyidik KPK pada saat menjalani pemeriksaan di KPK. Eddy pun mengamininya.
"Tapi ini betul disampaikan penyidik, ya?" tanya jaksa.
"Betul," jawab Eddy.
Jaksa kemudian membacakan BAP Eddy lagi tentang penilaian opini WDP. Dalam BAP itu, Eddy menyebut Ali Sadli (auditor BPK yang juga tersangka KPK) mengatakan Kemendes belum uji jurnal.
"Saya (Eddy) pesan untuk opini WDP ini jangan pernah menerima apa pun. Kemudian Ali Sadli bilang Kemendes belum uji jurnal, maksudnya apa ya, Pak?" tanya jaksa.
"Saya nggak paham terminologi timlah," jawab Eddy.
Jaksa lalu kembali membacakan BAP Eddy. Kali ini, ada nama mantan Mendes Marwan Jafar.
"Saya (Eddy) berulang kali mengatakan bahwa saya tidak punya utang budi pada Kemendes yang saat itu dipimpin Marwan Jafar. Kemudian Rochmadi bilang secara teknis WDP tidak mungkin...," tanya jaksa.
"Sebentar dulu, Pak, saya baru ingat, itu rekaman berapa?" kata Eddy memotong ucapan jaksa.
"Ini tahun 2015," ujar jaksa.
Menurut Eddy, pada 2015 pemberian opini WDP Kemendes tidak terkait dalam opini WTP pada 2016. Pemberian opini WDP tidak mempengaruhi penilaian opini selanjutnya.
"Pak, itu Kemendes masih WDP. Saya khawatirkan membabi buta sehingga saya menjadi jelek, maka saya kontrol. Konteks kasus ini tahun 2016 beda, mohon maaf saya nggak tahu kalau itu direkam," kata Eddy. (dhn/tor)











































