LHP itu terkait pengangkatan penyidik di KPK. Namun KPK keberatan dengan bukti itu karena didapatkan dari Pansus Angket terhadap KPK di DPR.
"Atas laporan BPK dari Pansus Angket hanya adalah register masuk pemohon bukan jawaban Ketua DPR. DPR bukan lembaga yang mengeluarkan laporan BPK. Kami harap majelis hakim menolak bukti tambahan tersebut," ujar salah satu anggota Biro Hukum KPK, Indah, dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (26/9/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami memohon alat bukti RDP, kami minta kan. Bagaimana proses internal proses dokumen itu internal yang tahu, sah atau tidak kami serahkan kepada, yang mulia," ujar Ketut.
Meski begitu, KPK mengaku keberatan LHP dari BPK tersebut pernah diperuntukkan kepada Pansus Angket. Namun saat ini LHP tersebut menjadi alat bukti dalam sidang praperadilan.
"Akhirnya menanyakan ketika laporan diperuntukkan Pansus, hari ini penyampaian BPK kepada hakim. Ini BPK kepada pansus bergeser ke praperadilan," ujar Kabiro Hukum KPK Setiadi.
Lantas, Ketut mengaku sudah mengirimkan surat kepada Ketua DPR Setya Novanto dan Ketua Pansus Angket DPR Agun Gunandjar untuk meminta LHP dari BPK itu. Apalagi LHP dari BPK itu sudah dipublikasi oleh media.
"Yang mulia itu surat sudah kirim ke Ketua DPR, dan Ketua Pansus Angket karena saya lihat di RDP di publikasi media, langsung saya minta. Kalau dipertanyakan masalah BPK ke panasus mohon dibuktikan BPK serahkan ke Pansus. Mana surat BPK ke pansus kami sendiri tidak tahu," jawab Ketut.
Sementara itu, hakim tunggal Cepi Iskandar menyatakan alat bukti tambahan akan menjadi penilaian majelis hakim. Hakim juga akan menilai nota keberatan yang diajukan oleh termohon KPK terhadap alat bukti tambahan tersebut.
"Pendapat saya keberatan termohon sudah ditulis dalam berita acara nanti diputuskan dan dinilai majelis hakim," kata Cepi. (fai/dhn)











































