Definisi Zina di Pasal 484 Dinilai Perlu Diperluas

Definisi Zina di Pasal 484 Dinilai Perlu Diperluas

Dwi Andayani - detikNews
Jumat, 22 Sep 2017 19:37 WIB
Diskusi pasal perzinaan di gedung Dewan Pers (Dwi/detikcom)
Jakarta - Dewan Pers mengadakan focus group discussion (FGD) mencermati definisi perbuatan zina dalam Pasal 484 ayat 1 huruf e Revisi Undang-Undang KUHP. Definisi zina dalam Pasal 484 itu dinilai perlu diperluas.

"Kita tahu DPR yang sedang membahas RUU KUHP ini juga meminta pendapat Dewan Pers terkait beberapa pasal. Komnas Perempuan berkomunikasi dengan saya, menyampaikan surat secara formal, dan menyampaikan bahwa Pasal 484 itu punya implikasi yang perlu kita seriusi," ujar Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo dalam sambutannya di gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (22/9/2017).

Yosep juga memandang pasal ini dapat menimbulkan persoalan hak asasi manusia. "Yang bisa berindikasi pada persoalan-persoalan hak asasi manusia," katanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara itu, pakar HAM Enny Soeprapto meminta Pasal 484 itu dihapus. Sebab, dia menilai pasal itu bertentangan dengan asas dasar HAM yang utama, yaitu mengenai nondiskriminasi.

"Rancangan pasal ini harus dihapus karena menyangkut pengingkaran pelanggaran atau pertentangan dengan HAM yang pertama asas dasar HAM paling utama adalah asas nondiskriminasi. Dari asas yang utama ini, berkaitan dengan hak yang juga sangat utama, yaitu hak untuk bebas dari perlakuan diskriminatif," ujar Enny.

Ia menilai pasal ini juga dapat bertentangan dengan asas dasar HAM yang lain, yakni mengenai hak kesetaraan di depan hukum.

"Dari tiga aspek inilah yang saya ingin sampaikan, mengapa rancangan pasal ini seyogianya dihapus," kata Enny.

Enny mengatakan persoalan yang ada pada RUU KUHP ini adalah frasa 'perkawinan yang sah'. Perkawinan yang sah apabila dilakukan menurut agama dan dicatatkan. Namun Enny mempertanyakan bagaimana jika agama yang dianut tidak masuk dalam agama yang diakui negara.

"Menjadi permasalahan bagaimana perkawinan yang dilakukan secara sah menurut agama tetapi agama itu di luar enam agama itu, yang mereka sudah berstatus suami-istri itu dipidana karena perkawinannya tidak sah," tambahnya.

Senada dengan Enny, mantan Ketua Dewan Pers Bagir Manan mengatakan definisi zina dan frasa 'perkawinan yang sah' dalam RUU KUHP itu kurang tepat dan perlu dikaji ulang.

"Definisi ini menurut saya memang kurang tepat, karena apa, perkawinan yang sah. Apa perkawinan yang sah itu. Jadi Kita coba cari bersama bagaimanakah definisi zina itu sehingga tidak merugikan. Jangan dihapus. Kalau dihapus, akan lebih payah lagi kita. Karena apa, karena nanti sama dengan zina tidak dilarang, nah itu yang terburuk," ujar Bagir.

Berikut bunyi Pasal 484 ayat 1 huruf e RUU KUHP:

Laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan dipidana 5 tahun penjara. (idh/idh)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads