"Tadi memang saya angkat mengapa bisa saja situasi yang menimpa masyarakat warga atau etnis Rohingya bisa menjadi sasaran rekrutmen teroris. Bahwa biasanya pemikiran-pemikiran ekstrem, radikal apalagi sampai masuk lingkaran terorisme itu berawal sebuah kondisi yang tertekan," kata Agus seusai Roundtable Discussion The Yudhoyono Institute di Dharmawangsa Hotel, Jakarta Selatan, Rabu (20/9/2017).
Agus mengatakan suatu kelompok yang tersisihkan secara sosial dan hak dasar hidupnya tidak diberikan secara layak akan melahirkan benih-benih perlawanan. Apalagi keselamatan dari kelompok tersebut selalu terancam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kelompok tersebut, sambung Agus, dikhawatirkan melakukan perbuatan-perbuatan yang irasional. Menurutnya, mereka akan melakukan segala hal untuk melawan ketidakadilan.
"Perlawanan yang dimaksud jika tidak bisa dilakukan secara rasional maka akan dipilih cara-cara yang tidak rasional, bagi kita. Bagi yang menganggap itu tidak rasional. Tetapi bagi mereka itu adalah cara-cara yang paling mungkin dilakukan untuk menunjukkan perlawanan terhadap ketidakadilan terhadap kondisi yang sanggat memprihatinkan bagi mereka dan keluarganya," tuturnya.
Agus berharap apa yang menimpa etnis Rohingya itu tidak berdampak ke masalah lain. Situasi seperti ini kata Agus harus segera diselesaikan.
Selain itu, Agus berharap isu Rohingya tidak dijadikan intrik politik oleh kelompok tertentu. Agus mengingatkan isu ini jangan sampai membuat masyarakat Indonesia justru terlihat ribut sendiri.
"Jangan sampai kemudian kita yang niatnya membantu malah karena banyak intrik-intrik politik yang tiba-tiba muncul di tengah-tengah masyarakat kita, lalu seolah-olah ricuh di dalam negeri sendiri," kata Agus.
Agus mengimbau masyarakat untuk menghindari isu-isu yang kurang produktif terkait Rohingya. Niat awal yang ingin memberikan bantuan terhadap etnis Rohingya itu jangan sampai dibelokkan menjadi isu-isu lain. (knv/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini