Eks Atase KBRI Malaysia Akui Terima Fee Urus Calling Visa

Eks Atase KBRI Malaysia Akui Terima Fee Urus Calling Visa

Aditya Mardiastuti - detikNews
Rabu, 20 Sep 2017 12:36 WIB
Mantan Atase Imigrasi KBRI Malaysia Dwi Widodo/Foto: Agung Pambudhy
Jakarta - Mantan atase KBRI Kuala Lumpur, Malaysia, Dwi Widodo mengakui menerima duit dari para pemohon calling visa. Uang itu disebutnya sebagai ucapan terima kasih dari para pemohon.

"Tidak (meminta uang), kalau diberi (uang) iya. Sebagai tanda terima kasih untuk pembuatan brafak atau sekalian calling visa. Tetapi saya minta tidak," kata Widodo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (20/9/2017).

Widodo menyebut pemberian uang itu seringkali diterimannya usai permohonan calling visa dikabulkan. Besaran uang yang diterimanya pun variatif.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dikasih (jumlahnya) variatif, kalau dirupiahin Rp 200 ribu-Rp 300 ribu. Nggak minta (uang)," terangnya.

Uang jasa itu dikirimkan para pemohon atau penjamin melalui rekening BRI cabang Riau milik Widodo. Bahkan Widodo juga mengakui menggunakan rekening Mandiri milik anaknya Satria Dwi Ananda.

Uang yang ditransfer pemohon atau penjamain pemohon kemudian itu disetorkan ke loket. Sementara kelebihan transfer uang itu dikumpulkan ke stafnya yang bernama Eli.

"Saya berikan ke anak-anak (staf). Saya bilang kalau ada dari perusahaan ini temen saya, diserahkan ke PNBB, itu di loket. Sisanya dikumpulkan disimpen Eli, karena dia (penjamin pemohon calling visa) mentransfer ke saya," jelasnya.

Widodo mengatakan selama ini tak pernah menjual jasa pengurusan calling visa. "Dari mulut ke mulut saja, " ujar Widodo.

Dwi disangka menerima suap ketika menjabat Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur, Malaysia. Dia kemudian dinonaktifkan dari jabatannya karena diduga menerima suap dengan total Rp 1 miliar terkait dengan pembuatan paspor dan calling visa di KBRI Kuala Lumpur.

Modus yang dilakukan Dwi adalah meminta perusahaan sebagai agen atau makelar memberikan sejumlah uang. Atas perbuatannya, Dwi didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

(ams/fdn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads