Pada Senin malam (18/9/2017) sekitar pukul 23.00 WIB, mereka duduk sambil mengolesi badan dengan lotion obat nyamuk. Tak ada rumah, mereka tidur dilokasi itu.
"Dari 1988 ini di sini. Udah pada tau. Toh cuma numpang tidur aja," ujar salah satu tukang gali Sanudin (53) di kolong flyover Grogol, Senin (18/9/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Mereka tidak membuat bedeng-bedeng sebagai hunian. Hanya berbekal tikar, mereka akan terlelap.
Lokasi yang mereka tempati disebut pangkalan. Orang Jakarta yang butuh jasa galian bisa menghubungi mereka.
"Saya bisa mengerjakan galian, taman, atau proyek lainnya. Biasanya kalau ada yang mau ngasih kerjaan datang ke sini," ujar Sanudin.
Lokasi mereka berada di sekitar perempatan Grogol. Pemilihan tempat itu sebagai pangkalan karena lokasi strategis, termasuk adanya loksi MCK. "Kalau mandi di situ, diperempatan ada WC umum. Bayar Rp. 2000," ucap Sanudin.
Di samping Sanudin dan keempat temannya, ada pacul, gancu tanah, dan palu sebagai alat kerja. Peralatan itu selalu dibawa kemanapun. Namun, sudah lama Sanudin tidak gunakan.
"Sekarang sedang sepi. Biasanya sekali kerja dibayar 100 atau 200 ribu perhari. Ini sudah tiga minggu nggak ada orderan," kata Sanudin.
Sanudin pun bingung karena sepi orderan. Terkadang, mereka mendapat belas kasihan orang lain. "Kadang, ada yang memberi makan," kata Sanudin.
Akibat sepi order, mereka tidak bisa membawa pulang uang untuk anak istri di kampung halaman. Kebetulan, kelima orang itu berasal dari daerah yang sama yaitu Brebes.
"Pulang nggak ada kepastian. Kalau sudah dapat uang, ya pulang ke Jawa. Nanti kembali lagi ke sini," ucap tukang gali lain, Edi (45).
Edi menerangkan kedatangan terakhir mereka secara bergerombol sekitar bulan Juli 2017. Sebelumnya, ada sekitar 10 orang yang datang.
"Sekarang tinggal sisa ber lima," ujar Edi.
![]() |
Masih di flyover Grogol, tepatnya di perempatan, ada tukang-tukang gali lain. Di antara mereka ada yang sudah tidur terlelap.
Para tukang ini menolak disebut sebagai gelandangan. Mereka merasa dirinya sebagai pekerja di Jakarta.
"Saya bawa alat kerja. Itu wajib. Kalau saya tidak punya alat kerja saya gelandangan. Tapi ini kan enggak," tutur salah satu tukang di perempatan Grogol, Khoir (53). (aik/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini