Alotnya Pembahasan Resolusi Rohingya di Pertemuan Parlemen ASEAN

Laporan dari Manila

Alotnya Pembahasan Resolusi Rohingya di Pertemuan Parlemen ASEAN

Nur Indah Fatmawati - detikNews
Minggu, 17 Sep 2017 10:21 WIB
AIPA di Manila (Foto: Nur Indah Fatmawati/detikcom)
Manila - Pertemuan parlemen antarnegara ASEAN tidak kunjung mencapai titik temu terkait nasib pengungsi Rohingya. Delegas RI tetap pada pendiriannya agar resolusi soal Rohingya menjadi kesepakatan.

Dari 8 usulan, rancangan 'Resolusi Memperkuat Upaya Parlemen Mengatasi Isu Kemanusiaan di ASEAN' yang diusung Indonesia dan Malaysia kembali diperdebatkan dalam forum ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA). Rancangan ini merupakan reaksi menyusul krisis kemanusiaan di Myanmar, atas pembantaian dan pengusiran etnis Rohingya.

Myanmar bersikukuh tidak ingin urusan dalam negerinya diintervensi. Demikian pula dengan Indonesia dan Malaysia yang tetap ngotot agar resolusi itu dibahas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami sudah menurunkan isu ini menjadi isu kemanusiaan. Kami tidak mencampuri urusan negara lain. Kami masih dalam koridor dasar. Ini paling moderat, tidak ada risiko. Jika memang tidak bisa disepakati, bagaimana mungkin? Sementara seluruh negara di dunia membicarakan ini? Bagaimana kami mengabaikan masalah yang mengetuk pintu rumah kami? Kami menghormati pemerintah Myanmar dalam kondisi ini," kata Ketua Delegasi Indonesia Fadli Zon di Hotel Shangri-La, Manila, Filipina, Sabtu (16/9/2017).

Delegasi RI di AIPA / Delegasi RI di AIPA / Foto: Nur Indah Fatmawati/detikcom


Keputusan harus diambil dengan statuta konsensus. Konsensus mengharuskan setiap negara menyampaikan pendapatnya. Jika ada satu saja negara yang tidak setuju, maka keputusan tidak dapat dibuat.

Presiden AIPA Panteleon D Alvarez mulanya mengusulkan agar keputusan untuk membahas rancangan ini ditunda lebih dulu. Usulan ini kemudian dilempar untuk mencapai konsensus.

"Sangat melukai saya, ketika saudara saya tidak menemukan kesepakatan. Tapi kesepatakan harus ditemukan. Perhatian Indonesia dan Malaysia adalah sesuatu yang baik. Itulah mengapa saya tidak dapat menurunkan usulan tersebut semata," ucap Panteleon D Alvarez.

"Tapi jika dibicarakan saat ini, masih ada 7 agenda yang bisa kita proses. Sebelum kita menyelesaikan seluruh rangkaian acara ini, mungkin kita bisa membahas ini kembali. Mungkin akan ada jawaban lain nantinya," lanjutnya.

Tak habis strategi, Fadli Zon kembali mengusulkan agar kedelapan agenda diputuskan menjadi satu paket, bukan bahasan terpisah. Ini berarti jika 1 usulan saja tidak disepakati maka seluruh agenda urusan politik digugurkan.




Presiden AIPA berupaya menurunkan tensi dengan mengusulkan pembahasan bidang lainnya seperti ekonomi, sosial, dan keorganisasian dibahas lebih dulu.

"Dalam agenda politik tidak bisa memutuskan konsensus karena Indonesia ingin sepaket. Saya minta keputusn masing-masing negara apakah kita akan menerima ini menjadi satu paket? Tapi kita masih bisa membahas sosial, ekonomi, dan keorganisasian nanti," ungkap Panteleon D Alvarez.

Beberapa negara bereaksi keras jika menjadikan agenda urusan politik sebagai satu paket. Sekjen AIPA Isra Sunthornvut mengakui ini baru pertama kalinya terjadi.

"Usulan itu datang dari berbagai negara berbeda, jika kita menjadikannya satu paket, maka tidak mungkin karena setiap negara mengusulkan hal berbeda yang menjadi perhatian. Menurut saya, kita membahasnya satu per satu. Karena menurut saya ini bukanlah satu paket. Tapi saya juga tidak bisa memutuskan, karena ini belum pernah terjadi sebelumnya," tutur Isra Sunthornvut.

Negara lain seperti Filipina menyebut ini melanggar tradisi yang berlaku di AIPA. Demikian pula dengan Laos dan Kamboja. Sementara Singapura menganggap secara tradisi semua usulan dibahas satu per satu

"Setiap proposal kan membutuhkan kesepakatan masing-masing negara untuk membahasnya atau tidak. Bahkan jika tidak sesuai maka kita setuju dengan menurunkannya dan tidak membahas," balas Delegasi Singapura.



Perdebatan yang tak kunjung reda, membuat delegasi Indonesia yaitu Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen Nurhayati Ali Assegaf gemas. Dia mengkritisi soal tradisi dan konsensus yang sedari tadi dipermasalahkan.

"Konsensus tersebut dibuat sebelum negara kami menjadi negara demokrasi. Jika kita terus-menerus mempermasalahkan ini, bagaimana dengan nasib wanita dan anak-anak yang dibantai? Andalah yang membuat seorang wanita melahirkan anak-anak. Saya sangat sedih. Anda mengatakan soal tradisi, terapi bagaimana dengan wanita dan anak-anak yang menjadi korban? Kita tidak bisa tidak mengatakan apa pun soal Myanmar," sanggah Nurhayati Ali Assegaf dengan emosional.

Dia lalu segera meninggalkan ruang sidang. Nurhayati memutuskan untuk tidak mengikuti sisa sidang.


Keputusan Ditunda dengan Mosi Presiden AIPA

Presiden AIPA Panteleon D Alvarez masih melanjutkan pengambilan konsensus dengan kembali meminta persetujuan kesepuluh negara ASEAN terhadap poin per poin usulan.

Beberapa negara keberatan mengulang proses ini dari awal. Sebab menurut mereka poin kesatu hingga ketujuh awalnya sudah disepakati dalam rapat komite eksekutif pertama, dua hari sebelumnya (15/9).

Delegasi Singapura menyarankan agar Myanmar, Indonesia, dan Malaysia membahas hal ini di luar forum AIPA. "Sebaiknya Myanmar, Indonesia, dan Malaysia bicara bersama lagi secara tersendiri. Ini juga akan membantu Myanmar secara khusus," saran delegasi Singapura, yang dari awal sudah menolak usulan rancangan Indonesia soal Rohingya.

Ketua Delegasi Indonesia Fadli Zon kembali mengingatkan bahwa penolakan awal ini datang dari Myanmar sehingga konsensus tidak tercapai. Indonesia pun memiliki hak yang sama.

"Myanmar kemarin menurunkan usulan ini sehingga tidak ada konsensus. Jadi Indonesia melakukan hal yang sama," tekan Fadli Zon yang juga Wakil Ketua DPR ini.

Presiden AIPA kemudian sempat memberi reses 3 menit untuk pertemuan yang sudah berlangsung 2 jam itu. Usai reses, pimpinan AIPA akhirnya mengambil mosi penundaan.

"Karena tidak kunjung ada keputusan maka saya mengajukan mosi untuk menunda pembahasan ini. Karena masih ada agenda lain yang harus kita lakukan," putus Presiden AIPA.

Masing-masing negara kembali ditanya sikapnya. Dan konsensus untuk kembali menunda dicapai.


(nif/imk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads