Perma 3/2017 mengatur tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum. Juru bicara MA Suhadi menyebut perma itu hanya sebagai penekanan dari persamaan hak di hadapan hukum yang sudah diatur dalam UUD 1945.
"Kalau persamaan gender kan sudah diatur di UUD 1945 soal persamaan hak di hadapan hukum. Tapi kita buat lagi penekanan dengan adanya perma," ujar Suhadi saat dihubungi wartawan, Jumat (15/9/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Supaya tidak ada bias gender dalam persidangan, itu makanya diatur dalam perma dan itu mengikat pada hakim," lanjutnya.
Suhadi sendiri tidak mau banyak berkomentar soal pernyataan hakim Binsar. Sebab, menurutnya, pernyataan tersebut adalah pendapat pribadi, bukan pendapat MA. Bila nanti ada kecaman, itu menjadi tanggung jawab hakim Binsar.
"Kalau pendapatnya Binsar, itu pendapat pribadi yang dituangkan dalam bentuk buku. Itu tanggung jawab pengarang sendiri. Karena di UUD 1945 itu kan hak mengeluarkan pendapat," ucap Suhadi.
Suhadi sendiri enggan mencampuradukkan Perma 3/2017 dengan pernyataan hakim Binsar. Sebab, perma memiliki konteks proses mengadili. Sedangkan pernyataan hakim Binsar adalah pernyataan pribadi. Karena itu, Suhadi meminta kedua hal tersebut tidak dikaitkan.
"Kalau perma itu konteksnya hakim mengadili bila terdakwa wanita, saksi wanita. Diperlakukan seperti yang ada di perma. Jadi perma itu konteksnya dalam mengadili. Kalau penyataan Binsar itu, walaupun dia hakim, tapi itu pendapat pribadi," tegasnya.
Suhadi juga mengaku, sejak berlakunya Perma 3/2017, MA belum mendapat aduan dari masyarakat soal adanya hakim yang tak menjalankan perma itu. Bukan hanya dari masyarakat, Badan Pengawas (Bawas) MA, disebut Suhadi, juga belum memberi laporan.
"Sampai sekarang belum laporan ada hakim yang tidak menaati peraturan. Dari Bawas juga belum ada laporan," tuturnya.
Hakim Binsar menjadi sorotan karena pernyataan dalam bukunya, 'Pandangan Kritis Seorang Hakim'. Dalam buku tersebut, hakim Binsar mengusulkan adanya tes keperawanan bagi calon pengantin perempuan. Alasannya sederhana, untuk mengurangi tingkat perceraian.
Sebelum hakim Binsar, pernah juga muncul pernyataan hakim yang dinilai menyudutkan perempuan. Pada 2013, calon hakim agung Daming Sanusi pernah mengeluarkan pernyataan mengejutkan saat fit and proper test di DPR.
"Yang diperkosa dengan yang memperkosa ini sama-sama menikmati," kata Daming saat itu. Kini Daming menjadi Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta. (bis/asp)