"Ini jadi problem, juga tamparan bagi MA dan Mappi juga, dalam kita menyusun Perma. Dan kami juga menanyakan statement hakim Binsar ini," ujar Adery di Kampus STH Indonesia Jentera, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (14/9/2017).
Karena itu, Adery mengatakan Mappi FHUI bersama dengan MA sudah menyiapkan beberapa cara agar tidak ada lagi hakim yang mengeluarkan pernyataan soal gender. Hal tersebut juga agar kekerasan seksual bisa dihapuskan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adery juga memaparkan bila pelatihan soal kurikulum gender dan perempuan tidak hanya dilakukan pada calon hakim saja. Mereka juga akan memasukan kurikulum tersebut dalam pelatihan hakim yang ingin naik jenjang atau pelatihan jabatan.
"Makanya pelatihan yang kita dorong bukan cuma pelatihan saat jadi cakim saja. Tapi setiap hakim ketika dia mau naik jenjang, walau senior sekali pun, saat mau pelatihan jabatan atau naik jenjang. Nah di pelatihan itu kita susupi terkait gender dan perempuan tersebut," paparnya.
Selain itu, Adery juga ingin MA sungguh-sungguh dalam menegakkan Perma 3/2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum. Badan Pengawas (Bawas) MA, harus bisa menindak hakim yang tidak menjalankan Perma tersebut. Dia juga berharap Komisi Yudisial (KY) bisa ikut mengawasi kode etik hakim.
"Kalau dia (hakim) bertentangan dengan Perma, Bawas MA punya kewenangan masuk ke dalam. Dan KY juga bisa masuk kalau soal etik," pungkasnya. (bis/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini