Sebagaimana dikutip dari putusan yang dilansir website Mahkamah Agung (MA), Kamis (14/9/2017), kasus ini bermula saat Ivan Dewanto mendatangi bank yang berkantor pusat di bilangan Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat, pada pertengahan 2014. Ivan bertanya kepada pihak bank apakah boleh menempatkan dana deposito, tetapi dana itu bukan milik sendiri.
Ivan kemudian ditemui Trade Spesialis Officer (TSO) Kantor Pusat, Feby Suthisna Dilaga. Mereka lalu menggelar rapat beberapa kali dan ditemukan jalan keluar, yaitu dengan produk Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN). Hadir pula sejumlah pejabat bank dan dari pihak nasabah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan cek senilai Rp 75 miliar, uang tersebut masuk ke bank. Setelah itu, uang dikeluarkan lagi untuk pembangunan vila di Jimbaran, Bali. Uang juga digunakan oleh para pihak untuk keperluan pribadi. Seperti membeli rumah, saham, serta mobil Mercedes-Benz, BMW, Alphard, MINI Cooper, dan Outlander.
Perbuatan yang dilakukan sedemikian rupa ternyata menyalahi UU Perbankan sehingga pihak bank mengalami kerugian mencapai Rp 50 miliar. Pihak auditor bank curiga dan memproses kasus tersebut ke Mabes Polri.
Pada 8 Oktober 2015, PN Jaksel menjatuhkan hukuman 8,5 tahun penjara kepada Feby. Selain itu, Feby didenda Rp 10 miliar subsider 4 bulan. Vonis itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada 2 Desember 2015.
Feby tidak terima dan mengajukan kasasi. Apa kata MA?
"Menolak permohonan kasasi Feby Suthisna Dilaga," kata majelis yang diketuai Artidjo Alkostar, dengan anggota Andi Samsan Nganro dan Suhadi.
Majelis menyatakan Feby terbukti sebagai pegawai bank syariah telah turut serta membuat adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, dokumen, atau laporan kegiatan usaha dan/atau transaksi atau rekening suatu bank syariah.
Dalam kasus ini, Ivan dan Rudi Sanijan dihukum 10 tahun penjara dengan pasal pencucian uang. (asp/dhn)











































