"Kadang-kadang, kita yang pejabat negara pada saat dipanggil sekali, beritanya bisa seminggu 2 minggu, khususnya teman-teman kami yang pada saat Pilkada. Khususnya saat belum masuk pro yustisia, minta keterangan itu, bisa tidak kerahasiaannya dijaga," kata Azis dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi III DPR dengan KPK di Senayan, Jakarta, Selasa (12/9/2017).
"Perlu digarisbawahi proses klarifikasi sebelum pro yustisia agar kerahasiaan dijaga," sambung Azis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pastilah ganggu tadi, orang bisa langsung bilang 'wah nggak betul, maling juga ini orang'. Poinnya Pak Azis penting," kata Benny.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif pun menyebutkan bila dalam proses pengumpulan bahan keterangan (pulbaket), tim KPK biasanya langsung mendatangi pihak yang dituju. Namun apabila sudah masuk dalam tahap pro yustisia, maka seorang saksi harus datang langsung ke KPK sebagai wujud transparansi.
"Proses pulbaket biasanya tertutup Pak. Agak berbeda kalau dipanggil sebagai saksi, dia harus datang ke Gedung KPK. Biasanya itu dianggap hal yang kurang menyenangkan. Tapi klarifikasi biasanya tim Pak Eko (Eko Marjono, Direktur Pengaduan Masyarakat KPK) yang datang ke tempat itu," sebutnya.
Jawaban Syarif itu langsung ditanggapi politikus PDI-P Trimedya Panjaitan. Dia menyebut bila pada KPK periode sebelumnya yaitu ketika pimpinan Taufiequrachman Ruki ada kesepakatan antara KPK dengan DPR untuk tidak memanggil seseorang yang maju dalam pilkada.
"Saat ini calon-calon (kepala daerah) masing-masing partai menjalani fit and proper. Bulan 2 tahun depan sudah penetapan calon. Maksud kami, mungkin nggak, seperti 2 periode lalu bisa kita sepakati, waktu Pak Ruki, begitu ditetapkan sebagai calon kepala daerah, dia tidak diperiksa sampai proses di MK. Itu tujuannya. Kalau bisa, ini salah satu kesimpulan, supaya tenang calon kepala daerah itu," kata Trimedya. (dhn/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini