"Saya sebagai saksi, ada 2 jaksa, salah satu penyidik sebelum bersaksi datang ke rumah saya, apakah menurut ahli itu tekanan?" tanya Miryam di PN Tipikor Jakarta, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (11/9/2017).
Pertanyaan itu ditujukan Miryam kepada Noor Aziz Said, yang dihadirkan jaksa pada KPK sebagai saksi ahli hukum pidana. Noor malah bertanya alasan Miryam merasa diintimidasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Noor menyebut perasaan tertekan atau diintimidasi itu malah muncul dari dalam diri Miryam sendiri. Padahal yang dimaksud daya paksa harus datang dari pihak luar.
"Perasaan terpaksa datang dari diri sendiri, kalau daya paksa itu harus mau. Tapi kalau datang sendiri, karena paksaan itu harus datang dari luar, anggapan itu bukan paksaan," tegasnya.
Namun Miryam masih berkeras bahwa dia merasa diancam, dipengaruhi, dan diintimidasi penyidik. Sedangkan Noor tetap pada pendapatnya.
"Ahli tadi menyampaikan paksaan itu berasal dari manusia? Saya merasa diancam, diintimidasi, dan dipengaruhi penyidik. Apakah itu tekanan kepada saya," tanya Miryam.
"Kalau ancaman, 'Harus memberikan keterangan yang benar, awas lo'. Itu semua menyangkut fakta, apakah itu menyangkut daya paksa absolut, relatif, atau biasa," jelas Noor.
Noor menambahkan kedatangan penyidik KPK ke rumah Miryam tidak bisa dikenai pidana. Apalagi jika hanya untuk meminta klarifikasi keterangan BAP.
"Apa datang ke rumah itu tindak pidana? Tujuannya apa? Kalau untuk klarifikasi proses penyidikan, tidak apa," ujarnya.
Meski begitu, Noor mengaku tidak melihat rekaman pemeriksaan Miryam. Dia mengaku hanya mendengarkan keterangan penyidik dan membaca BAP Miryam.
"Kalau rekaman belum. (Sumber) dari penyidik dan BAP, yang tidak adalah rekaman film," jelas Noor.
Miryam Haryani didakwa memberikan keterangan palsu dalam sidang dugaan korupsi e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto. Miryam didakwa dengan ancaman pidana Pasal 22 jo Pasal 35 ayat 1 UU Tipikor juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara. (ams/rvk)