"Dia (Miryam) mencabut keterangan yang diberikan karena overmacht (keadaan memaksa) dan dia masuk Pasal 22 (UU Tipikor) karena daya paksa seperti diatur Pasal 48," kata Noor dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (11/9/2017).
Noor lalu menjelaskan tentang 3 daya paksa yaitu:
- daya paksa absolut yang tak bisa dielakkan
- daya paksa relatif yang sebenarnya bisa melawan tapi tidak diharapkan melawan
- daya paksa biasa yang berarti bisa dilawan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penyidik tidak memaksa kepada terperiksa, penyidik menawarkan ke terperiksa untuk mengecek, mumpung (BAP) belum ditandatangani. Maka itu bukan daya paksa. Diberikan kesempatan membaca kembali sebelum ditandatangani," paparnya.
Hakim kemudian menegaskan kaitan overmacht dalam kasus Miryam. Noor menjawab tidak ada daya paksa atau tekanan di kasus Miryam.
"Jika dikaitkan ke terdakwa?" tanya hakim Franky.
"Mengacu malah tidak ada daya paksa baik daya paksa absolut, relatif maupun biasa," jawabnya.
Namun Noor mengaku tidak pernah diperlihatkan BAP Miryam. Dia mengaku hanya mendengarkan ulasan dari penyidik KPK.
"Apakah saksi pernah diperlihatkan BAP Miryam?" tanya hakim Anshori.
"Tidak lihat, (tahu) kronologis perkara disamping itu ada sedikit ulasan-ulasan dari penyidik," jawabnya. (ams/dhn)