"Tiga belas tahun sudah kasus ini dibiarkan tanpa terungkap siapa aktor intelektual dari pembunuhan, bahkan terjadi upaya sistemik menghalang-halangi dibukanya kebenaran," demikian pernyataan bersama LBH-LBH di Indonesia seperti disampaikan Muhamad Isnur, Ketua Advokasi YLBHI, Kamis (7/9/2017).
Isnur mengatakan LBH Indonesia menagih janji Jokowi-JK yang tertuang dalam Nawacita Poin 4 yang mengandung kalimat "penghormatan HAM dan penyelesaian secara berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu".
"Walaupun sudah ada proses hukum yang mengadili pelaku, akhirnya Pollycarpus dibebaskan bersyarat di tengah kritik masyarakat sipil terhadap proses peradilan yang dianggap tidak berpihak kepada korban," ujar Isnur.
"Siapa aktor intelektual di balik pembunuhan belum juga terungkap hingga sekarang. Upaya terakhir, melalui mekanisme Komisi Informasi untuk menuntut dibukanya dokumen yang dihasilkan Tim Pencari Fakta (TPF), juga dipatahkan oleh pemerintah melalui mekanisme pengadilan tata usaha negara (TUN). Kasasi atas putusan TUN yang diajukan masyarakat sipil ditolak oleh Mahkamah Agung," sambungnya.
Tak hanya itu, Isnur menggarisbawahi persoalan naskah asli temuan TPF yang dinyatakan hilang oleh pemerintah. Ini dianggap sebagai indikasi jelas bahwa negara tidak mau mengungkap kebenaran dan tidak mampu memenuhi hak keluarga Munir atas kebenaran dan pemulihan sebagaimana disyaratkan undang-undang bagi korban pelanggaran hak asasi manusia. Undang-Undang No 12 Tahun 2006 Pasal 2 ayat 3 menjamin adanya pemulihan bagi korban, di antaranya melalui mekanisme yudisial, dan mewajibkan negara menyediakan serta menjamin pelaksanaan dari pemulihan tersebut.
Pembunuhan Munir dianggap sebagai serangan terhadap demokrasi di mana seharusnya kritik terhadap pemerintah tidak dibungkam. Secara khusus pembunuhan Munir juga merupakan serangan dan ancaman bagi pembela HAM.
"Harus disadari bahwa ada ketakutan di masyarakat, kalau ada seseorang yang vokal seperti Munir akan menghadapi ancaman dibungkam, bahkan dibunuh," ujar Isnur.
"Selama kasus Munir tidak diungkap, Indonesia akan terus memiliki catatan hitam. Bahwa pernah ada pembela HAM yang dibunuh dan kasusnya belum mendapatkan keadilan. Pemerintah tidak lagi pantas mengaku berkomitmen menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu," Arip Yogiawan, Ketua Kampanye & Jaringan YLBHI, menambahkan.
Pernyataan bersama ini turut diteken oleh:
Direktur LBH Papua - Simon Pattiradjawane
Direktur LBH Manado - Hendra Baramuli
Direktur LBH Makassar - Haswandi Andi Mas
Direktur LBH Bali - Dewa Adnyana
Direktur LBH Surabaya - M Faiq Assiddiqi
Direktur LBH Semarang - Zainal Arifin
Direktur LBH Yogyakarta - Hamzal Wahyudin
Direktur LBH Jakarta - Alghiffari Aqsa
Direktur LBH Bandung - Willy Hanafi
Direktur LBH Bandar Lampung - Alian
Direktur LBH Palembang - April Firdaus
Direktur LBH Pekanbaru - Aditya B Santoso
Direktur LBH Padang - Era Purnamasari
Direktur LBH Medan - Surya Adinata
Direktur LBH Banda Aceh - Mustiqal Putra
Ketua Umum YLBHI - Asfinawati (fjp/fjp)