Dampak pelarangan pukat harimau itu kini mulai dirasakan para nelayan. Ikan yang sebelumnya tidak pernah ditemukan sekarang muncul kembali.
"Ikan yang dulu tidak terlihat sekarang sudah ada lagi. Ikan langka juga sudah dapat kembali. Udang swallow yang besar-besar kumis merah dan kulit merah ada sekarang," kata Wakil Panglima Laot Lhok Krueng Aceh Surya Suid (59) saat ditemui, Kamis (7/9/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan pengalamannya dulu saat menjadi anak buah kapal Thailand, kata Surya, dia bersama kru kapal menggunakan trawl untuk menangkap udang. Setelah pukat pertama tidak ada hasil, mereka kemudian menurunkan trawl berukuran lebih besar ke dasar laut.
"Saat kami hantam dengan trawl besar tersongket semua masuk ke dalam. Ikan, plastik, hingga lumpur semua masuk," jelasnya.
Selain itu, ikan-ikan berukuran kecil yang masuk ke pukat harimau banyak mati karena tertimpa sampah. Saat itu, mereka hanya mengambil beberapa jenis ikan, sementara ikan-ikan kecil dibuang ke laut.
"Saya ikut kapal pukat harimau untuk mempelajari bagaimana kerja pukat harimau ini. Sudah saya pelajari, memang benar-benar pukat harimau memusnahkan," ungkap pria yang akrab disapa Pawang Surya ini.
Surya mengaku sangat setuju dengan kebijakan Menteri Susi yang melarang penggunaan trawl. Di dalam hukum adat Aceh, penggunaan pukat harimau juga dilarang. Meski demikian, tetap saja ada beberapa nelayan yang menggunakan trawl mini.
"Dulu trawl merajalela. Secara hukum adat tidak dibenarkan," jelasnya.
Kapal asing yang mencuri ikan di laut Indonesia juga mulai tidak terlihat. Jika ada satu-dua kapal yang mencoba masuk wilayah Indonesia, nelayan kompak mengusirnya.
"Sejak Ibu Susi keras, kapal asing tinggal satu-satu. Sekarang sudah bisa kita benahi. Bakamla, TNI AL harus waspada," katanya. (fay/fay)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini