Ahli: Penyidikan KPK Diawasi KUHAP, Bukan Pansus DPR

Ahli: Penyidikan KPK Diawasi KUHAP, Bukan Pansus DPR

Yulida Medistiara - detikNews
Selasa, 05 Sep 2017 17:29 WIB
Jakarta - Ahli Bivitri Susanti menegaskan KPK selalu bisa diawasi tanpa ada Pansus Hak Angket KPK. Menurutnya, jika terkait proses hukum, hal itu akan diawasi melalui KUHAP.

Ia menjelaskan KPK memiliki dua fungsi, yakni penindakan dan pencegahan. Dalam hal penindakan, KPK berfungsi melakukan penyidikan hingga proses pengadilan. Proses tersebut bisa diawasi dengan KUHAP. Ia mencontohkan lewat praperadilan. Artinya, pengawasan terhadap KPK bukan melalui panitia angket.

"Jika ada penyimpangan yang dilakukan KPK, pengawasannya berdasarkan dalam konteks KUHAP bukan dalam rapat-rapat Panitia Angket di DPR, di mana tidak ada proses verifikasi, tidak ada proses verbal atau proses hukum yang terstruktur dengan baik, misalnya lewat praperadilan atau koreksi oleh hakim dalam persidangan serta putusan hakim," ujar Bivitri dalam sidang di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (5/9/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, menurut Bivitri, tersangka bisa melakukan upaya hukum lain, seperti banding dan kasasi hingga putusan hukum itu berstatus inkrah.

"Jadi, bila tersangka merasa ada yang salah dalam penegakan hukum ketimbang ngedumel dalam penjara sebenarnya masih ada upaya hukum yang tersedia sampai keputusannya berkekuatan hukum inkrah," ujarnya.

Sedangkan soal pengawasan terkait pola-pola pencegahan, KPK sering melaporkannya ke DPR, BPK, dan pemerintah. Hal tersebut diwajibkan dalam UU KPK Pasal 20.

"Dalam hal pencegahan ada laporan-laporan kepada DPR, BPK, dan pemerintah ini wajib dalam Pasal 20 UU KPK disebutkan tanggung jawabnya," ungkap Bivitri.

Namun ada hal yang tak bisa disebutkan KPK, yaitu terkait pembukaan informasi ketika kasus tersebut masih berlangsung. Namun hal tersebut dipermasalahkan akhir-akhir ini.

"Sebenarnya dalam laporan terbuka untuk publik terhadap KPK, DPR sudah sering kali melakukan pengawasan kepada KPK. Satu-satunya jenis informasi yang tidak terbuka untuk publik adalah informasi soal penegakan hukum yang masih berjalan karena diatur di UU tentang informasi publik," ujarnya.

Bivitri menegaskan, dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap pemerintah, DPR memiliki dua cara. Yang pertama, melakukan check and balances yang dalam prosesnya memungkinkan ada kompetensi politik yang sehat dalam ketatanegaraan. Kedua, terkait keseharian (daily activities) yang sebenarnya bisa dipantau atau diawasi melalui RDP.

Ia menyebut pertimbangan hukum MK yang menjelaskan konteks KPK. Mahkamah berpandangan bahwa KPK bukan wilayah yudikatif, melainkan lembaga negara independen yang menyelenggarakan fungsi penegakan hukum.

"Saya menebalkan bagian termasuk, KPK dianggap penting secara konstitusional yang berkaitan dengan kehakiman sebagaimana UUD 1945," ujarnya.

Ia mendesak MK membuat penafsiran secara tegas siapa yang menjadi objek hak angket. Ia menegaskan KPK bukan objek hak angket.

"Terlihat MK harus ada penafsiran yang lebih tegas siapa yang menjadi objek hak angket, KPK dalam hal ini menjadi konteks penegakan hukum, tidak termasuk sebagai objek hak angket," pungkas Bivitri. (yld/asp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads