"Sebagian dalam Panitia namanya disebut-sebut terlibat dalam dugaan kasus korupsi lainnya di KPK. Pihak yang diduga ada melakukan konflik kepentingan yang merupakan akar dari korupsi, maka dapat dipastikan potensial melakukan pihak yang sengaja telah mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung pemeriksaan kasus korupsi," kata BW seusai sidang di Mahkamah Konstitusi, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (5/9/2017).
BW menyebut pihak-pihak yang sengaja melakukan konflik kepentingan tersebut dapat dikenai pasal menghalangi proses penegakan hukum atau obstruction of justice.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
BW mengatakan Pansus tidak serta merta terbentuk begitu saja. Namun Pansus dibentuk berawal dari pengusutan kasus megakorupsi e-KTP yang melibatkan nama sejumlah pejabat Komisi II DPR.
Kemudian, ada sebagian anggota Komisi III DPR yang diduga turut mendesak Miryam S Miryani mencabut berita acara pemeriksaannya. Selanjutnya, anggota DPR itu juga mendesak KPK membuka pemeriksaan Miryam.
"Faktanya, ada indikasi terjadi konflik kepentingan. Hal ini dapat dilihat misalnya sebagai pimpinan dan anggota Pansus Hak Angket KPK namanya juga disebut terlibat dalam dugaan kasus korupsi e-KTP dan sebagai anggota Pansus adalah pihak yang diduga meminta Miryam S Haryani mencabut keterangan dalam BAP," ujarnya.
BW kembali menegaskan Pansus Hak Angket KPK tidak memiliki dasar legitimasi yang kuat. Tindakan Pansus juga telah menyebabkan ketidakpastian hukum, melanggar prinsip keadilan dalam konstitusi, bahkan melanggar prinsip penting yang tersebut di dalam Ketetapan MPR No XI/MPR/1998 juncto Ketetapan MPR No VIII/MPR/2001.
"Pansus Angket KPK tidak memiliki dasar legitimasi yang kuat dan tindakannya itu telah menyebabkan terjadi ketidakpastian hukum dan melanggar prinsip keadilan yang tersebut di dalam konstitusi," kata BW. (yld/asp)