Teks khotbah tersebut diunggah oleh pemilik akun Twitter @myusufmusa pada Jumat (1/9/2017), yang sekaligus me-mention Presiden Joko Widodo dan Menag Lukman Hakim Saifuddin. Cuitan tersebut di-retweet lebih dari 800 kali hingga saat ini.
Isi khotbah yang menjadi sorotan itu soal perbandingan laju pertumbuhan ekonomi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Jokowi. Laju pertumbuhan, dituliskan dalam isi khotbah, menurun dari angka 6,53% (2012) menjadi 5,11% (2015).
Tak hanya secara nasional, khotbah tersebut juga menyinggung soal jumlah ekspor, serapan pendapatan daerah, dan realisasi anggaran di DKI Jakarta dari zaman Fauzi Bowo (Foke) hingga dipimpin Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Salah satu data yang dipaparkan adalah indeks pertumbuhan pembangunan yang menurun dari 6,73% (2011), 6,11% (2013), hingga 5,11% (2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada pula pembahasan soal partai Islam di khotbah tersebut. Dalam teks, disebutkan bahwa partai-partai Islam jauh terpuruk dibanding sebelumnya.
Dari halaman depan teks, diketahui bahwa khotbah itu disampaikan oleh Khaidir Sulaiman di Masjid Al-Muta'alimin, Pondok Gede, Jakarta Timur. Saat dimintai konfirmasi, Khaidir membenarkan isi khotbah tersebut saat salat id tadi pagi. Dia menyampaikan khotbah tersebut sesuai dengan teks.
Khaidir menepis anggapan bahwa isi khotbah yang disampaikan berbau politis. Ia meminta maaf jika isi khotbahnya menyinggung perasaan.
"Jadi mohon maaf dan mohon disampaikan pada teman-teman yang tidak paham dengan isi khotbah saya. Isi khotbah saya tidak bermuatan politik dan tidak bermaksud untuk mendiskreditkan dan hanya komparasi saja. Setiap orang kalau diberikan komparasi kan tersentak," ujar Khaidir saat dimintai konfirmasi detikcom.
Khaidir mengatakan khotbah yang disampaikan berdasarkan kajian objektif dari Alquran dan hadis Nabi Muhammad SAW. Soal statistik, Khaidir menjelaskan hanya memaparkan data perbandingan. Tidak ada maksud menyudutkan seseorang.
"Iya hanya untuk membandingkan saja, untuk komparasi. Saya kira itu tidak salah. Indeks tahun 2015 saya cek juga di internet. Jadi indeks 2015 mungkin lain dari sekarang, mungkin saja sekarang sudah ada kemajuan," imbuh Khaidir. (dkp/imk)