Namun kepolisian menyatakan penghentian penyidikan sudah tepat. Untuk meyakinkan majelis hakim, ahli pidana dari Universitas Trisakti, Effendy Saragih, dihadirkan.
"Pada saat penyidik sudah menetapkan tahap penyidikan, yang bersangkutan misalnya telah ditingkatkan statusnya dari saksi ke tersangka, apakah masih dimungkinkan dibatalkan, SP3 dengan dasar-dasar hukum apa selain apa yang diatur dalam KUHAP?" kata kuasa hukum Johan, Djudju Purwantoro.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penyidikan itu dalam KUHAP untuk mengumpulkan alat bukti apabila untuk menetapkan tersangka didukung dua alat bukti. Lalu, setelah ada dua alat bukti jadi tersangka, tentu apabila dengan penyidikan selanjutnya, ditemukan bahwa dengan perbuatannya bukan merupakan atau bukti yang mendukung, itu adalah tindak pidana kurang (bukti) ya boleh dihentikan penyidikan," papar Effendy.
Djudju lalu mempertanyakan penghentian kasus ini kepada Effendy karena penghentian kasus ini didasari dua kali pemanggilan saksi ahli yang sama, tapi keterangannya berubah.
Lalu Effendy menjelaskan, jika ada keterangan yang dianggap kurang saat pemeriksaan pertama, ahli tersebut bisa dipanggil untuk kedua kalinya. Selain itu, dalam pemeriksaan kedua, jika ada fakta lain yang ditunjukkan kepada ahli dalam pemeriksaan kedua, bisa saja ahli tersebut mengganti keterangannya berdasarkan fakta baru itu.
"Ditetapkanlah seseorang jadi tersangka, Saudara Ahli menyatakan, jika pun seseorang sudah dinyatakan sebagai tersangka untuk kemudian dilakukan pendalaman, tapi dipanggil kembali ahli tersebut yang sama dan kemudian bukan menguatkan yang ahli sebutkan di pemeriksaan awal, tapi malah melemahkan sehingga ini jadi alasan dihentikan dengan saksi ahli yang sama, bisa?" kata Djudju menanyai Effendy.
"Ya namanya saksi ahli kan bisa berkali-kali, apabila ada pemeriksaan lanjutan bahwa pendapatnya lain itu menjadi kewenangan dari ahli sendiri," ungkap Effendy.
"Jadi boleh saja berubah-ubah?" ucap Djudju.
"Pemeriksaan pertama mungkin saja terjadi fakta yang diberikan belum lengkap. Kedua, fakta baru itu bisa jadi beda," ujar Effendy.
Kemudian Djudju kembali bertanya, apakah bisa penyidik memanggil ahli yang bidangnya sama dengan ahli sebelumnya. Lalu Effendy menyebut bisa saja, tapi tergantung kebutuhan penyidik dan usulan dari anggota timnya untuk menghadirkan saksi ahli lainnya.
Kemudian hakim tunggal praperadilan Aris Bawono Langgeng menanyakan soal dasar hukum penghentian SP3 kasus oleh penyidik. Effendy menjawab penghentian kasus itu berdasarkan kewenangan penyidik dan merupakan hasil kesimpulan tim penyidik, tidak ada aturan yang mengatur.
"Bahwa meski sudah ditetapkan tersangka itu masih dikeluarkan SP3, sekarang apa ada dasar hukumnya?" tanya hakim Aris.
"Dasar hukum yang menyatakan itu adalah kewenangan penyidik. Itu adalah kesimpulan dari penyidik, apakah itu sudah cukup atau belum," jawab Effendy.
"Itu kan penilaian dari penyidik, ada nggak dasar hukumnya kayak undang-undang," tanya Aris.
"Tidak ada, itu logikanya saja," ujar Effendy.
Sebelumnya, kasus Ade Armando bermula ketika ditetapkan sebagai tersangka karena menulis ujaran kebencian di akun Twitter-nya pada 2015. Ia menjadi tersangka dan dikenai pasal UU ITE karena diduga melakukan penodaan agama. Hal itu terkait dengan tweet-nya pada Mei 2015 yang berbunyi: 'Allah kan bukan orang Arab. Tentu Allah senang kalau ayat-ayat-Nya dibaca dengan gaya Minang, Ambon, Cina, Hiphop, Blues'.
Kasus tersebut akhirnya dihentikan atau di-SP3 oleh kepolisian. Sebab, itu tidak termasuk pelanggaran pidana. (yld/asp)











































