Janji Pemerintah Ditagih di Hari Anti-Penghilangan Paksa

Janji Pemerintah Ditagih di Hari Anti-Penghilangan Paksa

Aditya Fajar Indrawan - detikNews
Rabu, 30 Agu 2017 16:18 WIB
Sejumlah aktivis dan LSM memperingati Hari Anti-Penghilangan Paksa Internasional (Aditya Fajar Indrawan/detikcom)
Jakarta - Sejumlah aktivis dan LSM memperingati Hari Anti-Penghilangan Paksa Internasional, yang diperingati setiap 30 Agustus. Mereka meminta Presiden Jokowi memulangkan para korban yang hilang secara paksa untuk kembali ke keluarganya.

"Selain momentumnya hari ini, kita juga ingin mengingatkan pemerintah bahwa Komisi III DPR pernah mengeluarkan rekomendasi terkait penghilangan paksa di Indonesia. Namun rekomendasi itu belum dijalankan sampai saat ini," kata Kepala Divisi Hak Sipil dan Politik Kontras Putri Kanesia di kantor Amnesty International Indonesia, gedung HDI Hive Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (30/8/2017).

Putri mengatakan pemerintah masih mengabaikan rekomendasi Komisi III DPR. Rekomendasi untuk membentuk pengadilan ad hoc terkait kasus penghilangan paksa dan meratifikasi konvensi internasional tentang penghilangan paksa masih belum dijalankan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi ada baiknya momentum ini digunakan lagi untuk menagih janji dari rekomendasi itu untuk dilaksanakan, sudah sampai mana rekomendasi itu di-folow-up," sambung Puri.

Berdasarkan data yang dihimpun dari Komnas HAM, Ikatan Keluarga Orang Hilang (Ikohi), serta Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), korban penghilangan paksa sejak peristiwa 1965 sebanyak 500 sampai 1 juta korban. Hingga kini tidak diketahui keberadaan para korban dan kondisi mereka, apakah telah meninggal atau masih hidup.

"Penghilangan paksa ini adalah continues crime yang mungkin bisa dan terus berlanjut. Negara harus punya tindakan preventif untuk mencegah agar peristiwa serupa tidak terulang," ujar Putri.

"Pada Peristiwa 65 misalnya berdasarkan data Komnas HAM 32.774 orang dinyatakan hilang. Tragedi Tanjung Priok 1984 ada 23 orang yang hilang, belum lagi aksi Petrus (Penembakan Misterius), dan masa darurat militer Aceh dari 1998-1999," paparnya.

Sementara itu, peneliti dari Amnesty International Indonesia, Papang Hidayat, mengatakan penghilangan paksa adalah sebuah kejahatan dan merupakan pelanggaran HAM yang serius. Keluarga korban berhak mengetahui kebenaran serta nasib mereka yang dihilangkan secara paksa.

"Termuat dalam Pasal 24 (3) dari Konvensi Internasional untuk perlindungan atas penghilangan paksa yang mana Indonesia belum menandatangani maupun meratifikasinya. Hal ini membuat keluarga para korban tidak mengetahui apa yang terjadi dari anggota keluarga mereka yang hilang, karena mereka menanti kapan anggota keluarganya pulang," jelas Papang.

Untuk memperingati Hari Anti-Penghilangan Paksa Internasional, aktivis dan LSM, seperti Kontras, Asia Justice and Rights (AJAR), serta Ikohi akan melakukan aksi di persimpangan Sarinah, Jl MH Thamrin. Dalam aksi itu, mereka mengkampanyekan slogan 'Kapan Pulang?' bagi para korban penghilangan secara paksa. (adf/ams)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads