Soal Saracen, MUI: Penyebaran Hoax dan Fitnah di Medsos Haram!

Soal Saracen, MUI: Penyebaran Hoax dan Fitnah di Medsos Haram!

Fajar Pratama - detikNews
Selasa, 29 Agu 2017 08:38 WIB
Foto: Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh / Ari Saputra
Jakarta - Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh menilai aktivitas 'buzzer' di media sosial yang dilakukan kelompok Saracen berhukum haram. Apalagi aktifitas tersebut untuk mendapatkan keuntungan.

"Aktivitas buzzer di media sosial yang menjadikan penyediaan informasi berisi hoax, ghibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip, dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi, hukumnya haram," kata Niam saat kepada wartawan, Selasa (29/8/2017).

Niam menambahkan seseorang yang mendanai atau mendukung aktivitas tersebut dilarang dan hukumnya haram.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Demikian juga orang yang menyuruh, mendukung, membantu, memanfaatkan jasa dan orang yang memfasilitasinya," kata Asrorun Niam.



Sebelumnya, polisi menyebut grup penyebar isu SARA di media sosial, Saracen, punya motif ekonomi dalam operasinya. Untuk para pengorder isu SARA, polisi menyebut mereka punya motif politik.

"Jadi kalau masalah motif politik, itu kan tentu saja orang yang memesan. Nah, motif ekonomi adalah para pelaku, motif politikkah, motif ekonomikah, motif sosial, macam-macam," ujar Analis Kebijakan Madya Bidang Penmas Divisi Humas Polri Kombes Pudjo Sulistyo dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (26/8).




Menurut Pudjo, Saracen memperdagangkan isu-isu SARA untuk mendapat keuntungan ekonomi. Mereka pun menyebarkan isu SARA sesuai dengan pesanan. Untuk para pengorder Saracen, polisi masih akan mendalaminya.

Pudjo lalu menjelaskan perihal isu-isu yang telah dipelintir grup Saracen. Isu itu mulai dari ekonomi hingga sosial.

"Ini kan sudah saya sampaikan, orang memesan isunya kan seperti itu. Oh yang memesan ini tentu saja konten yang mesan tentang hoax, tentang ekonomi ada, tentang sosial ada. Makanya motif-motif sebelumnya adalah ekonomi, tetapi masalah pemesan inilah berbagai motif," tutur Pudjo. (fai/tor)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads