"Itu adalah jalan untuk orang yang mencari nafkah dan penghidupan," kata karyawan swasta bernama Putra (35) saat berbincang dengan detikcom, Minggu (27/8/2017).
Putra kadang-kadang naik sepeda motor untuk pergi ke kawasan Jalan Jenderal Sudirman. Dia melihat di sana banyak juga pemotor yang melintas. Misalnya, karyawan jasa transportasi roda dua dan karyawan perkantoran yang beralamat di jalan itu sendiri. Bila jalan itu dilarang untuk sepeda motor, maka tentu bakal banyak orang yang menemui kesulitan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia meminta Dinas Perhubungan DKI mencari kebijakan yang solutif, bukan menambah persoalan baru. Jalan umum seharusnya bisa dinikmati oleh semua orang. Erik (29), karyawan swasta pengguna roda dua juga protes.
"Tahun lalu pajak motor tahunan saya naik sekitar 30 persen. Masa saya dilarang pakai motor yang pajaknya mahal?" kata Erik. Bapak beranak dua ini menilai pelarangan sepeda motor bukanlah solusi mengatasi kemacetan. Sebaiknya pemerintah menerapkan kebijakan jalan berbayar (Electronic Road Pricing/ERP) saja ketimbang melarang sepeda motor, segera.
![]() |
"Tarif parkir mobil perlu dimahalkan juga. Berani nggak Rp 50 ribu per jam? Di Jepang, kalau saya hitung itu parkir mobil sekitar Rp 75 ribu sampai Rp 150 ribu per jam parkirnya, tergantung wilayah," kata Erik yang terakhir ke Jepang tahun 2015 ini.
Ada pula Rina, karyawan swasta. Memang dia cukup jarang melintas di Jalan Jenderal Sudirman, kecuali sesekali saja bila bosnya memerintahkannya untuk pergi ke instansi-instansi tertentu sekitar situ. Namun dia tetap tidak setuju bila sepeda motor dilarang di Jalan Jenderal Sudirman.
"Kasihan ke para pengantar barang yang harus memutar jalan. Seperti jasa ekspedisi, ojek online, juga ojek pangkalan," tutur perempuan lajang ini.
Bisakah Pelarangan Motor Kurangi Kemacetan?
Pemerhati kebijakan publik dan pengamat transportasi, Agus Pambagio, menilai kebijakan pelarangan sepeda motor harus dilakukan di atas kesiapan transportasi umum. Tanpa ketersediaan transportasi umum, maka masyarakat pengguna sepeda motor tidak akan punya alternatif.
Agus menilai kesiapan transportasi umum di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman sudah cukup baik. Ada bus TransJakarta di tempat ini. Namun jaringan transportasi umum dari Jalan Jenderal Sudirman ke kawasan luar jalan itu dinilainya masih belum memadai.
"Kalau untuk Jalan Jenderal Sudirman sendiri sudah baik transportasi umumnya. Namun koneksi ke arah luar Jalan Jenderal Sudirman itu belum cukup baik," tutur Agus.
Tujuan pelarangan kendaraan roda dua ini untuk mengurangi kemacetan. Namun Agus memprediksi kemacetan tidak akan berkurang selama tidak diberlakukan denda. Dia mencontohkan busway yang disterilisasi, masih ada motor yang lewat. Itu karena tak ada denda.
"Kalau nggak ada denda ya nggak bisa. Seperti sterilisasi busway. Jadi, ini perlu denda. Misalnya SIM-nya dilubangi, setelah tiga lubang, maka harus uji SIM ulang," kata Agus.
Tujuan utama kebijakan ini memang untuk mengurangi kemacetan. Agus punya pandangan lain. Sepeda motor dilarang juga karena dirasa kelewat menyebalkan bagi pengguna mobil pribadi.
"Pengendara motor itu kan jalannya ke kiri, ke kanan, kiri, kanan. Itu yang membuat orang menjadi marah. Itu tidak nyaman bagi pengendara mobil," kata Agus.
![]() |
Wakil Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat mengatakan kebijakan pelarangan secara permanen akan dieksekusi oleh Gubernur terpilih Anies Basedan setelah nanti menjabat. Perkara Pergub pelarangan sepeda motor akan diputuskan oleh Anies. Uji coba akan menjadi awalan, diterapkan sebulan dari jam enam pagi sampai jam 10 malam.
Djarot mengatakan pertambahan kendaraan bermotor setiap di Jakarta ada 1.500 per hari. Dengan dilarangnya motor masuk Jalan Jenderal Sudirman, maka tujuan untuk lebih mengefektifkan penggunaan transportasi publik bakal tercapai. Badan Pengelola Transportasi Jakarta (BPTJ) menyatakan angka kecelakaan bisa dikurangi lewat kebijakan ini, karena angka kecelakaan didominasi sepeda motor sebesar 60 persen.
Ellen Tangkudung dari Komisi Hukum dan Hubungan Masyarakat Dewan Transportasi Kota (DTK) DKI Jakarta menyatakan kebijakan ini akan efektif mengurangi kemacetan bila ada peralihan penggunaan kendaraan pribadi ke transportasi umum. Kebijakan ini perlu mengingat rasio kendaraan dan jalan yang semakin tidak imbang. Dia bisa memaklumi kenapa motor yang jadi sasaran kebijakan.
"Jumlah motor itu jauh lebih banyak daripada mobil. Ada 13 juta sepeda motor dan empat juga mobil di Jakarta. Ini data dari Jakarta Smart City," kata Ellen.
![]() |
Nantinya tidak hanya motor yang dibatasi ruang geraknya, namun mobil juga bakal kena lewat penerapan ERP. Memang akan terasa berbeda sekalipun ERP diterapkan, motor dilarang lewat namun mobil boleh lewat asal bayar. ERP Memang tidak bisa mendeteksi nomor polisi di pelat sepeda motor.
Soal pajak kendaraan bermotor yang dibayarkan pemotor, Ellen mengatakan itu tidak bisa dijadikan alat protes pelarangan sepeda motor di Jalan Jenderal Sudirman.
"Pajak itu adalah pajak kepemilikan, nggak ada hubungannya dengan penggunaan jalan. Kalau semua beli sepeda motor dan merasa sudah membayar, maka bakal nggak kebayang macetnya, ini akan bertambah terus. Seperti apa kalau tidak mau diatur?" ujar Ellen.
Dituturkannya, Pemprov DKI tidak bisa melarang warganya untuk membeli kendaraan bermotor. Dia berpesan agar para pemotor segera beralih ke transportasi umum.
"Ini akan efektif mengurangi kemacetan kalau terjadi peralihan ke angkutan umum," kata Ellen, yakin.
(dnu/dnu)