"Saya sudah membaca permohonan ini yang memang cukup tebal. Tetapi dalam ketebalan itu, Saudara lebih banyak menguraikan kasusnya, tidak menguraikan tentang pertentangan normanya sendiri dengan UUD 1945," kata Palguna dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (24/8/2017).
Menurut Palguna, kunci keberhasilan judicial review di MK adalah bisa membuktikan sebuah UU bertentangan dengan UUD 1945. Karena itu, dibutuhkan penalaran yang harus kuat dan referensi yang valid.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
MK tidak menutup mata akan peristiwa di lapangan yang dialami pemohon. Tapi apakah peristiwa tersebut karena kesalahan UU atau karena pelaksanaan UU, hal itulah yang harus dibuktikan oleh pemohon.
"Fakta seperti yang Saudara kemukakan ada kejadian-kejadian tersebut, saya kira sulit untuk diingkari karena itu memang ternyata ada, misalnya kan, tapi apakah itu dengan sendirinya membuktikan inkonstitusionalnya suatu norma? Belum tentu," cetus Palguna.
Sebab, bisa jadi kasus di lapangan terjadi karena pemahaman aparat, bukan kesalahan sebuah norma. Oleh sebab itu, yang perlu dibangun bukan melakukan penalaran kasus konkret, melainkan pertentangan sebuah norma.
"Itu adalah kecermatan dan kecerdikan Saudara Pemohon, khususnya Kuasa Pemohon, untuk pandai-pandai membuat rumusan di dalam petitum, supaya tidak terjebak memohon kepada Mahkamah untuk membuat rumusan norma baru. Yang pasti, tidak akan dikabulkan oleh Mahkamah karena itu melampaui kewenangan lembaga negara. Itu adalah kewenangan pembentuk undang-undang, ya. Saya kira Saudara Kuasa sudah tahu itu," papar Palguna panjang-lebar.
Pemohon meminta MK menafsirkan pasal di UU Penodaan Agama untuk dimaknai:
Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan, atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu; penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu
"Dinyatakan secara konstitusional bersyarat bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang dimaknai persangkaan terhadap warga negara Indonesia di komunitas Ahmadiyah yang hanya beribadah di tempat ibadahnya secara internal dan tidak di muka umum," pinta pemohon. (asp/rvk)











































